Dataran
tinggi
Dataran tinggi (disebut juga plateau atau plato) adalah dataran yang terletak
pada ketinggian di atas 700 m dpl.
Dataran tinggi terbentuk sebagai hasil erosi dan sedimentasi.
Beberapa dataran tinggi antara lain Dataran Tinggi Dekkan, Dataran Tinggi Gayo, Dataran Tinggi Dieng, Dataran Tinggi Malang,
dan Dataran Tinggi Alas.
Dataran tinggi bisa
juga terjadi oleh bekas kaldera luas,
yang tertimbun material dari lereng gunung sekitarnya. Dataran tinggi dari
kategori terakhir ini antara lain adalah Dataran Tinggi Dieng di Jawa Tengah.
Kehidupan
di daerah pegunungan
Bagi
Anda yang tinggal di daerah pegunungan tentunya bisa berceritera banyak tentang
kehidupan manusia di sekitarnya. Pegunungan atau gunung memiliki iklim yang
sejuk. Karena angin yang datang dari arah laut setelah mencapai daerah
pegunungan dan gunung, naik ke atas. Akhirnya angin menjadi lebih dingin,
sehingga menimbulkan awan terjadilah hujan di sekitarnya.
Banyaknya hujan ini di
samping tanahnya subur (banyak mengandung humus) menimbulkan tumbuh suburnya
berbagai jenis tumbuhan. Hutan lebat dengan berbagai jenis tumbuhan subur.
Adanya hutan lebat ini menahan terjadinya tanah longsor dan banjir di saat
terjadinya hujan.
Hutan juga dapat
menyimpan air, sehingga di sekitarnya banyak ditemukan mata air yang sangat
bermanfaat bagi mahluk hidup. Hutan juga berfungsi menetralisir polusi udara.
Oleh karena itu hutan terutama hutan tropis sering disebut sebagai paru-paru
dunia.
Secara umum daerah
pegunungan dapat digolongkan menjadi dua yaitu daerah pegunungan rendah dan
daerah pegunungan tinggi. Daerah pegunungan rendah memiliki ketinggian berkisar
600 s.d. 1.500 meter, sedangkan daerah pegunungan tinggi memiliki ketinggian
sekitar 1.500 s.d. 2.500 meter di atas permukaan laur.
Adanya perbedaan
ketinggian ini tentu saja berpengaruh terhadap iklim. Daerah pegunungan rendah
memiliki suhu antara 17 s.d. 22 derajat Celcius, sehingga daerah ini sering
disebut daerah sedang. Daerah seperti ini misalnya di pegunungan Sulawesi
Utara, Pegunungan Kidul, Pegunungan Muler, dan daerah lainnya.
Daerah pegunungan
tinggi memiliki suhu udara yang sejuk yaitu berkisar antara 11 s.d. 17 derajat
Celcius. Daerah seperti ini contohnya di Dataran Tinggi Bandung, Bukit Barisan,
Pegunungan Dieng, Pegunungan Tengger, dan daerah lainnya. Karena suhu udaranya
yang sejuk ini, pakaian penduduk biasanya tebal.
Hasil utama hutan
adalah kayu. Kayu ini sangat diperlukan untuk berbagai kebutuhan manusia, di
antaranya untuk kayu bakar, bangunan, mebel, bahan kertas, dan lainnya. Di
samping itu hutan juga dapat menghasilkan rotan, buah-buahan, getah, dan
lain-lain. Oleh karena itu penduduk sekitar hutan banyak yang bermata
pencaharian mencari hasil hutan, seperti kayu bakar, kayu, rotan, buah-buahan,
atau jenis getah untuk dijual ke daerah perkotaan.
Di daerah pegunungan
juga dihasilkan bahan tambang, seperti biji besi, tembaga, nikel, timah putih,
emas, perak dan jenis bahan tambang lainnya.Tambang belerang juga umumnya
ditemukan di daerah sekitar gunung api. Adanya jenis bahan tambang ini tentu
juga berpengaruh terhadap mata pencaharian penduduk setempat.
Di sekitar daerah
pertambangan, banyak penduduk yang bermatapencaharian menjadi buruh tambang.
Bakan tidak sedikit di antara mereka bertindak sebagai penambang liar. Misalnya
di daerah Kalimantan Tengah ditemukan daerah penambangan emas liar yang
dilakukan oleh masyarakat sekitarnya.
Daerah pegunungan
umumnya memiliki tanah yang subur, karena disamping daerah vulkanis juga
memiliki curah hujan yang tinggi. Kesuburan tanah ini berpengaruh terhadap mata
pencaharian penduduk sekitarnya. Umumnya penduduk daerah pegunungan
menggantungkan hidupnya dari pertanian dan perkebunan.
Tanaman yang mereka
tanam seperti kina, teh, kopi, sayur-sayuran, dan berbagai jenis buah-buahan.
Di daerah pegunungan rendah banyak pula yang menanam padi dan tembakau sebagai
mata pencaharian mereka. Hasil pertanian dan perkebunan ini selain mereka
konsumsi sendiri, juga dijual ke daerah perkotaan dalam memenuhi keperluan
hidup mereka.
Kebiasaan penduduk di
daerah pegunungan menyesuaikan dengan alam sekitar mereka. Di daerah pegunungan
tinggi biasanya memakai pakaian yang tebal terutama pada malam dan pagi hari,
karena suhu udara terasa dingin. Rumah mereka biasanya dibangun di lereng.
Rumah di daerah tinggi
yang dingin dibuat tertutup agar hangat. Sedangkan di daerah rendah dibuat
terbuka dengan ventilasi lebar agar udara dapat bebas bersirkulasi. Umumnya
rumah mereka mengelompok pada daerah yang agak datar.
Pengelompokan perumahan
ini biasanya membentuk ikatan kekeluargaan yang erat, sehingga kehidupan mereka
tampak rukun dan damai. Di daerah pegunungan rendah rumah biasanya dibangun
pada sebuah dataran tinggi, sehingga dapat menampung penduduk yang relatif
banyak. Biasanya daerah pegunungan rendah ini penduduknya lebih padat
dibandingkan daerah pegunungan tinggi.
Daerah pegunungan
memiliki alam yang berbukit-bukit. Tidak sedikit di antara bukit dipisahkan
oleh lembah, lereng atau sungai. Kondisi alam seperti ini kurang menguntungkan
dalam bidang transportasi. Untuk berjalan kaki saja dirasakan berat, karena
harus mendaki (naik dan turun).
Oleh karena itu
pembangunan jalan raya atau jalan kereta api relatif sulit dan memerlukan biaya
besar. Namum jika daerah pegunungan berhasil dibangun jalan raya atau jalan
kereta, hasilnya sangat menarik. Misalnya jalan raya di kawasan Puncak Bogor
Jawa Barat yang berkelok-kelok, apabila dilihat dari bagian atas atau dari
udara sungguh indah.
·
Contoh
masyarakat yang tinggal di dataran tinggi :
Suku
Huli
Suku Huli merupakan masyarakat ada yang tinggal
di dataran tinggi bagian selatan negara Papua
New Guinea yang
meliputi beberapa wilayah seperti wilayah Tari, Koroba, Margaraima dan Komo
Papua New Guinea. Populasi suku ini berjumlah 150.000 orang. Mereka sudah
mendimi wilayah dataran tinggi tersebut lebih dari 1000 tahu. Sebagian besar
suku Huli menggunakan bahasa Huli dan Bahasa Tok
Pisin, sebagian yang lain menggunakan bahasa lokal lainya
dan yang lainya menggunakan Bahasa
Inggris.
Sejarah
Suku Huli telah lama
tinggal di dataran tinggi bagian selatan negara Papua New Guinea lebih dari
1.000 tahun dan memiliki catatan sejarah lisan mengenai sejarah kehidupan
sukunya. Suku ini merupakan suku yang memiliki kebiasaan untuk bepergian jauh
dalam upaya perdagangan antar wilayah dataran tinggi dan dataran rendah
disekitar tempat suku ini berada, khususnya yang berada di wilayah selatan.
Suku ini belum pernah melakukan kontak dengan pemerintah
kolonial sampai
dengan tahun 1951.
Kehidupan
Sosial
Sistem
Kekerabatan
Kaum
laki-laki dari Suku Huli memakai penutup kepala dalam perang.
Suku Huli dikelompokkan
ke dalam marga yang
disebut (hamigini) dan submarga yang disebut (hamigini emene).
Marga dari suku ini mendiami wilayah tertentu dan sistem keanggotaan
berdasarkan pada kekerabatan turun menurun.
Submarga merupakan
kelompok kecil yang merupakan bagian dari marga yang membentuk tata
kemasyarkatan Suku Huli. Sistem submarga berlaku secara otomatis atau terjadi
dengan peperangan atau perdamaian atau mungkin dengan jalan membayar ganti rugi
tanpa melakukan musyawarah dengan marga yang lebih besar.
Keanggotaan dari
submarga biasanya terbatas pada orang yang secara langsung berketurunan dengan
pendiri submarga atau anggota submarga lain. Seorang Suku Huli dapat memiliki
status beberapa submarga sekaligus dalam satu waktu yang bergantung kepada
keturunan dan kerabatnya.
Suku huli memiliki
sistem kekerabatan terbuka. Sebagai contoh seseorang yang berasal dari latar
belakang budaya Sunda dapat dijadikan sebagai semi saudara, adik tiri, sepupu.
Juga seseorang yang memiliki latar belakang yang berbeda dapat dengan status
bibi dan paman dimata suku Huli dianggap sebagai ibu dan ayah.
Pria dan wanita dari
suku Huli secara tradisional bertempat tinggal terpisah. Anak laki-laki tinggal
bersama Ibunya dan akan pindah tinggal ke rumah ayah anak laki-laki tersebut
menjelang masa pubertas. Laki-laki yang belum menikah berkumpul bersama dalam
satu kelompok di dalam sebuah rumah, kebiasaan ini saat ini sudah mulai
ditinggalkan dan jarang ditemukan lagi.
Gubuk pria secara
tradisional berada di pusat perkampungan, umumnya dijadikan sebagai tempat
pertemuan dan kegiatan penduduk perkampungan tersebut kadang-kadang gubuk
tersebut dijadikan tempat tidur pula. Sedangkan tempat tinggal perempuan berada
terpisah dengan gubuk laki-laki. Gubuk mereka berada disekitar gubuk keluarga
mereka.
Sistem Perekonomian
Suku huli hidup dengan
cara berburu. Umumnya berburu dilakukan oleh kaum laki-laki. Sedangkan kaum
perempuan dengan cara bercocok tanam dan mengumpulkan tanam-tanaman. Sistem
pembagian ini juga berlaku pada saat kaum laki-laki menggarap tanah dan kaum
perempuan menanami tanah.
Mereka menerapkan
pertanian berpindah. Suku Huli akan berpindah dari satu lokasi ke lokasi lainya
setelah tanah yang digarapnya sudah kurang subur untuk ditanami dan memberikan
tanah itu kembali gembur.
Kaum perempuan Suku
Huli merupakan petani yang luar biasa. Umumnya mereka menanam jenis tanaman
seperti kentang manis yang menjadi bahan makanan pokok. Namun sekarang jenis
tanaman yang mereka tanam berkembang ke jenis tanaman lain seperti jagung,
kentang, kubis dan lain sebagainya.
Peperangan
Laki-laki di komunitas
Suku Huli biasa melakukan perang untuk mendapatkan "tanah, babi dan
wanita. Mereka memakai pakaian tradisional, kaum laki-laki menghias badan
mereka dengan tanah liat dan memakai penutup kepada tampah untuk upacara adat.
Penutup kepala ini juga digunakan untuk peperangan.
Sejak usia puber, kaum
pria menumbuhkan rambut mereka dan memakai wig, selain itu mereka juga mencat
rambut, menambahkan bulu burung dan beberapa jenis bunga yang menghiasi penutup
kepala mereka.
Perkawinan
Suku huli menganut sistem
perkawinan poligami.
Kaum laki-laki dari Suku Huli dapat memiliki beberapa laki-laki, tetapi kaum
perempuanya hanya memiliki satu laki-laki. Pernikahan harus diluar kerabat dan
pernikahan didalam lingkar saudara terlarang di dalam norma suku Huli.
Sistem pernikahan dapat
bersifat perjodohan ataupun dipilih sesuai pasangan. Kaum laki-laki memberikan mas
kawin berupa
babi atau jenis ternak yang lain kepada keluarga perempuan. Mempelai pria juga
bertanggung jawab untuk membangun rumah untuk mempelai wanita.
Setelah pernikahan kaum
wanita mempunyai peran untuk merawat dan membesarkan anak-anaknya, membuat
makanan, pakaian dan bercocok tanam dan merawat babi. Sedangkan kaum pria
berburu binatang, menjaga dari binatang buas, membangun peralatan, mengolah
lahan dan menjaga anaknya yang sudah berumur lebih kurang 10 tahun.
Anak yang berusia
sebelum puber dirawat oleh ibunya dan jika sudah puber tinggal bersama
ayahnya.perceraian sangat jarang
terjadi di dalam komunitas suku ini. Walaupun terjadi, umumnya disebabkan
karena tidak dapat melahirkan anak. Jika perceraian terjadi, pihak mempelai
pria dapat mengambil kembali babi yang sudah diberikan sebagai mas kawin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar