Jumat, 23 November 2012

Pengertian Dari..


Dataran tinggi

Dataran tinggi (disebut juga plateau atau plato) adalah dataran yang terletak pada ketinggian di atas 700 m dpl. Dataran tinggi terbentuk sebagai hasil erosi dan sedimentasi. Beberapa dataran tinggi antara lain Dataran Tinggi DekkanDataran Tinggi GayoDataran Tinggi DiengDataran Tinggi Malang, dan Dataran Tinggi Alas.
Dataran tinggi bisa juga terjadi oleh bekas kaldera luas, yang tertimbun material dari lereng gunung sekitarnya. Dataran tinggi dari kategori terakhir ini antara lain adalah Dataran Tinggi Dieng di Jawa Tengah.

Kehidupan di daerah pegunungan

Bagi Anda yang tinggal di daerah pegunungan tentunya bisa berceritera banyak tentang kehidupan manusia di sekitarnya. Pegunungan atau gunung memiliki iklim yang sejuk. Karena angin yang datang dari arah laut setelah mencapai daerah pegunungan dan gunung, naik ke atas. Akhirnya angin menjadi lebih dingin, sehingga menimbulkan awan terjadilah hujan di sekitarnya.

Banyaknya hujan ini di samping tanahnya subur (banyak mengandung humus) menimbulkan tumbuh suburnya berbagai jenis tumbuhan. Hutan lebat dengan berbagai jenis tumbuhan subur. Adanya hutan lebat ini menahan terjadinya tanah longsor dan banjir di saat terjadinya hujan.

Hutan juga dapat menyimpan air, sehingga di sekitarnya banyak ditemukan mata air yang sangat bermanfaat bagi mahluk hidup. Hutan juga berfungsi menetralisir polusi udara. Oleh karena itu hutan terutama hutan tropis sering disebut sebagai paru-paru dunia.

Secara umum daerah pegunungan dapat digolongkan menjadi dua yaitu daerah pegunungan rendah dan daerah pegunungan tinggi. Daerah pegunungan rendah memiliki ketinggian berkisar 600 s.d. 1.500 meter, sedangkan daerah pegunungan tinggi memiliki ketinggian sekitar 1.500 s.d. 2.500 meter di atas permukaan laur.

Adanya perbedaan ketinggian ini tentu saja berpengaruh terhadap iklim. Daerah pegunungan rendah memiliki suhu antara 17 s.d. 22 derajat Celcius, sehingga daerah ini sering disebut daerah sedang. Daerah seperti ini misalnya di pegunungan Sulawesi Utara, Pegunungan Kidul, Pegunungan Muler, dan daerah lainnya.

Daerah pegunungan tinggi memiliki suhu udara yang sejuk yaitu berkisar antara 11 s.d. 17 derajat Celcius. Daerah seperti ini contohnya di Dataran Tinggi Bandung, Bukit Barisan, Pegunungan Dieng, Pegunungan Tengger, dan daerah lainnya. Karena suhu udaranya yang sejuk ini, pakaian penduduk biasanya tebal.

Hasil utama hutan adalah kayu. Kayu ini sangat diperlukan untuk berbagai kebutuhan manusia, di antaranya untuk kayu bakar, bangunan, mebel, bahan kertas, dan lainnya. Di samping itu hutan juga dapat menghasilkan rotan, buah-buahan, getah, dan lain-lain. Oleh karena itu penduduk sekitar hutan banyak yang bermata pencaharian mencari hasil hutan, seperti kayu bakar, kayu, rotan, buah-buahan, atau jenis getah untuk dijual ke daerah perkotaan.

Di daerah pegunungan juga dihasilkan bahan tambang, seperti biji besi, tembaga, nikel, timah putih, emas, perak dan jenis bahan tambang lainnya.Tambang belerang juga umumnya ditemukan di daerah sekitar gunung api. Adanya jenis bahan tambang ini tentu juga berpengaruh terhadap mata pencaharian penduduk setempat.

Di sekitar daerah pertambangan, banyak penduduk yang bermatapencaharian menjadi buruh tambang. Bakan tidak sedikit di antara mereka bertindak sebagai penambang liar. Misalnya di daerah Kalimantan Tengah ditemukan daerah penambangan emas liar yang dilakukan oleh masyarakat sekitarnya.

Daerah pegunungan umumnya memiliki tanah yang subur, karena disamping daerah vulkanis juga memiliki curah hujan yang tinggi. Kesuburan tanah ini berpengaruh terhadap mata pencaharian penduduk sekitarnya. Umumnya penduduk daerah pegunungan menggantungkan hidupnya dari pertanian dan perkebunan.

Tanaman yang mereka tanam seperti kina, teh, kopi, sayur-sayuran, dan berbagai jenis buah-buahan. Di daerah pegunungan rendah banyak pula yang menanam padi dan tembakau sebagai mata pencaharian mereka. Hasil pertanian dan perkebunan ini selain mereka konsumsi sendiri, juga dijual ke daerah perkotaan dalam memenuhi keperluan hidup mereka.
Kebiasaan penduduk di daerah pegunungan menyesuaikan dengan alam sekitar mereka. Di daerah pegunungan tinggi biasanya memakai pakaian yang tebal terutama pada malam dan pagi hari, karena suhu udara terasa dingin. Rumah mereka biasanya dibangun di lereng.
Rumah di daerah tinggi yang dingin dibuat tertutup agar hangat. Sedangkan di daerah rendah dibuat terbuka dengan ventilasi lebar agar udara dapat bebas bersirkulasi. Umumnya rumah mereka mengelompok pada daerah yang agak datar.

Pengelompokan perumahan ini biasanya membentuk ikatan kekeluargaan yang erat, sehingga kehidupan mereka tampak rukun dan damai. Di daerah pegunungan rendah rumah biasanya dibangun pada sebuah dataran tinggi, sehingga dapat menampung penduduk yang relatif banyak. Biasanya daerah pegunungan rendah ini penduduknya lebih padat dibandingkan daerah pegunungan tinggi.

Daerah pegunungan memiliki alam yang berbukit-bukit. Tidak sedikit di antara bukit dipisahkan oleh lembah, lereng atau sungai. Kondisi alam seperti ini kurang menguntungkan dalam bidang transportasi. Untuk berjalan kaki saja dirasakan berat, karena harus mendaki (naik dan turun).

Oleh karena itu pembangunan jalan raya atau jalan kereta api relatif sulit dan memerlukan biaya besar. Namum jika daerah pegunungan berhasil dibangun jalan raya atau jalan kereta, hasilnya sangat menarik. Misalnya jalan raya di kawasan Puncak Bogor Jawa Barat yang berkelok-kelok, apabila dilihat dari bagian atas atau dari udara sungguh indah.
·        Contoh masyarakat yang tinggal di dataran tinggi :

Suku Huli
Suku Huli merupakan masyarakat ada yang tinggal di dataran tinggi bagian selatan negara Papua New Guinea yang meliputi beberapa wilayah seperti wilayah Tari, Koroba, Margaraima dan Komo Papua New Guinea. Populasi suku ini berjumlah 150.000 orang. Mereka sudah mendimi wilayah dataran tinggi tersebut lebih dari 1000 tahu. Sebagian besar suku Huli menggunakan bahasa Huli dan Bahasa Tok Pisin, sebagian yang lain menggunakan bahasa lokal lainya dan yang lainya menggunakan Bahasa Inggris.

Sejarah
Suku Huli telah lama tinggal di dataran tinggi bagian selatan negara Papua New Guinea lebih dari 1.000 tahun dan memiliki catatan sejarah lisan mengenai sejarah kehidupan sukunya. Suku ini merupakan suku yang memiliki kebiasaan untuk bepergian jauh dalam upaya perdagangan antar wilayah dataran tinggi dan dataran rendah disekitar tempat suku ini berada, khususnya yang berada di wilayah selatan. Suku ini belum pernah melakukan kontak dengan pemerintah kolonial sampai dengan tahun 1951.

Kehidupan Sosial

Sistem Kekerabatan

Kaum laki-laki dari Suku Huli memakai penutup kepala dalam perang.
Suku Huli dikelompokkan ke dalam marga yang disebut (hamigini) dan submarga yang disebut (hamigini emene). Marga dari suku ini mendiami wilayah tertentu dan sistem keanggotaan berdasarkan pada kekerabatan turun menurun.
Submarga merupakan kelompok kecil yang merupakan bagian dari marga yang membentuk tata kemasyarkatan Suku Huli. Sistem submarga berlaku secara otomatis atau terjadi dengan peperangan atau perdamaian atau mungkin dengan jalan membayar ganti rugi tanpa melakukan musyawarah dengan marga yang lebih besar.
Keanggotaan dari submarga biasanya terbatas pada orang yang secara langsung berketurunan dengan pendiri submarga atau anggota submarga lain. Seorang Suku Huli dapat memiliki status beberapa submarga sekaligus dalam satu waktu yang bergantung kepada keturunan dan kerabatnya.
Suku huli memiliki sistem kekerabatan terbuka. Sebagai contoh seseorang yang berasal dari latar belakang budaya Sunda dapat dijadikan sebagai semi saudara, adik tiri, sepupu. Juga seseorang yang memiliki latar belakang yang berbeda dapat dengan status bibi dan paman dimata suku Huli dianggap sebagai ibu dan ayah.
Pria dan wanita dari suku Huli secara tradisional bertempat tinggal terpisah. Anak laki-laki tinggal bersama Ibunya dan akan pindah tinggal ke rumah ayah anak laki-laki tersebut menjelang masa pubertas. Laki-laki yang belum menikah berkumpul bersama dalam satu kelompok di dalam sebuah rumah, kebiasaan ini saat ini sudah mulai ditinggalkan dan jarang ditemukan lagi.
Gubuk pria secara tradisional berada di pusat perkampungan, umumnya dijadikan sebagai tempat pertemuan dan kegiatan penduduk perkampungan tersebut kadang-kadang gubuk tersebut dijadikan tempat tidur pula. Sedangkan tempat tinggal perempuan berada terpisah dengan gubuk laki-laki. Gubuk mereka berada disekitar gubuk keluarga mereka.
Sistem Perekonomian
Suku huli hidup dengan cara berburu. Umumnya berburu dilakukan oleh kaum laki-laki. Sedangkan kaum perempuan dengan cara bercocok tanam dan mengumpulkan tanam-tanaman. Sistem pembagian ini juga berlaku pada saat kaum laki-laki menggarap tanah dan kaum perempuan menanami tanah.
Mereka menerapkan pertanian berpindah. Suku Huli akan berpindah dari satu lokasi ke lokasi lainya setelah tanah yang digarapnya sudah kurang subur untuk ditanami dan memberikan tanah itu kembali gembur.



Kaum perempuan Suku Huli merupakan petani yang luar biasa. Umumnya mereka menanam jenis tanaman seperti kentang manis yang menjadi bahan makanan pokok. Namun sekarang jenis tanaman yang mereka tanam berkembang ke jenis tanaman lain seperti jagung, kentang, kubis dan lain sebagainya.
Peperangan
Laki-laki di komunitas Suku Huli biasa melakukan perang untuk mendapatkan "tanah, babi dan wanita. Mereka memakai pakaian tradisional, kaum laki-laki menghias badan mereka dengan tanah liat dan memakai penutup kepada tampah untuk upacara adat. Penutup kepala ini juga digunakan untuk peperangan.
Sejak usia puber, kaum pria menumbuhkan rambut mereka dan memakai wig, selain itu mereka juga mencat rambut, menambahkan bulu burung dan beberapa jenis bunga yang menghiasi penutup kepala mereka.
Perkawinan
Suku huli menganut sistem perkawinan poligami. Kaum laki-laki dari Suku Huli dapat memiliki beberapa laki-laki, tetapi kaum perempuanya hanya memiliki satu laki-laki. Pernikahan harus diluar kerabat dan pernikahan didalam lingkar saudara terlarang di dalam norma suku Huli.
Sistem pernikahan dapat bersifat perjodohan ataupun dipilih sesuai pasangan. Kaum laki-laki memberikan mas kawin berupa babi atau jenis ternak yang lain kepada keluarga perempuan. Mempelai pria juga bertanggung jawab untuk membangun rumah untuk mempelai wanita.
Setelah pernikahan kaum wanita mempunyai peran untuk merawat dan membesarkan anak-anaknya, membuat makanan, pakaian dan bercocok tanam dan merawat babi. Sedangkan kaum pria berburu binatang, menjaga dari binatang buas, membangun peralatan, mengolah lahan dan menjaga anaknya yang sudah berumur lebih kurang 10 tahun.
Anak yang berusia sebelum puber dirawat oleh ibunya dan jika sudah puber tinggal bersama ayahnya.perceraian sangat jarang terjadi di dalam komunitas suku ini. Walaupun terjadi, umumnya disebabkan karena tidak dapat melahirkan anak. Jika perceraian terjadi, pihak mempelai pria dapat mengambil kembali babi yang sudah diberikan sebagai mas kawin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar