Kerajaan Samudra Pasai muncul pada abad ke 13 Masehi ketika Kerajaan
Sriwijaya hancur. Kerajaan ini didirikan oleh Malikussaleh, merupakan kerajaan
yang kaya dengan penduduknya yang banyak. Kota Kerajaan di sebut Pasai,
sekarang ini letaknya di Desa Beuringen Kec. Samudera Geudong Kab. Aceh Utara
Provinsi Aceh. Wilayah Kekuasaan Kesultanan Pase (Pasai) pada masa kejayaannya
sekitar abad ke 14
terletak di daerah yang diapit oleh dua sungai besar di pantai Utara Aceh,
yaitu sungai Peusangan dan sungai Jambo Aye, jelasnya Kerajaan Samudra Pasai adalah daerah aliran sungai yang hulunya berasal jauh ke pedalaman daratan tinggi Gayo Kab. Aceh Tengah.
Karena letak Kerajaan Pasai pada aliran lembah sungai membuat tanah pertanian subur, padi yang ditanami penduduk Kerajaan Islam Pasai pada abad ke 14 dapat dipanen dua kali setahun, dalam berikutnya Kerajaan ini bertambah makmur dengan dimasukkannya bibit tanaman lada dari Malabar. Selain hasil pertanian yang melimpah ruah di dataran rendah, di dataran tinggi (daerah Pedalaman juga menghasilkan berbagai hasil hutan yang di angkut ke daerah pantai melalui sungai. Hubungan perdagangan penduduk pesisir dengan penduduk pedalaman adalah dengan sistem barter
terletak di daerah yang diapit oleh dua sungai besar di pantai Utara Aceh,
yaitu sungai Peusangan dan sungai Jambo Aye, jelasnya Kerajaan Samudra Pasai adalah daerah aliran sungai yang hulunya berasal jauh ke pedalaman daratan tinggi Gayo Kab. Aceh Tengah.
Karena letak Kerajaan Pasai pada aliran lembah sungai membuat tanah pertanian subur, padi yang ditanami penduduk Kerajaan Islam Pasai pada abad ke 14 dapat dipanen dua kali setahun, dalam berikutnya Kerajaan ini bertambah makmur dengan dimasukkannya bibit tanaman lada dari Malabar. Selain hasil pertanian yang melimpah ruah di dataran rendah, di dataran tinggi (daerah Pedalaman juga menghasilkan berbagai hasil hutan yang di angkut ke daerah pantai melalui sungai. Hubungan perdagangan penduduk pesisir dengan penduduk pedalaman adalah dengan sistem barter
Dengan munculnya pusat politik dan perdagangan baru di Malaka pada abad ke 15 adalah faktor yang menyebabkan Kerajaan Samudra Pasai mengalami kemunduran. Hancur dan hilangnya peranan Pase dalam jaringan antar bangsa, yaitu ketika suatu pusat Kekuasan baru muncul di ujung barat pulau Sumatera yakni Kerajaan Aceh Darussalam pada abad ke 16.Pasai ditaklukan dan di masukkan ke dalam wilayah Kekuasaan Kerajaan Aceh Darussalam oleh Sultan Ali Mughayat Syah dan Lonceng Cakra Donya hadiah dari Raja Cina untuk Kerajaan Islam Samudra Pasai dipindahkan ke Aceh Darussalam (sekarang Banda Aceh). Namun demikian dari perjalanan sejarah Pasai antara akhir abad ke 13 sampai awal abad ke 16 memang menunjukkan Kerajaan Samudra Pasai muncul dan berkembang. Runtuhnya kekuatan Kerajaan Pasai sangat berkaitan dengan perkembangan yang terjadi di luar Pasai itu sendiri, tetapi lebih di titik beratkan dalam kesatuan zona Selat Malaka walaupun Kerajan Islam Samudra Pasai berhasil ditaklukan oleh Sultan Asli Mughayat Syah, namun peninggalan dari Kerajaan ini masih banyak dijumpai sampai saat ini di abad ke 21.
Pada tahun 1913, 1915, J.J. De Vink bangsa Belanda telah mengadakan inventarisasi di bekas peninggalan Kerajaan Islam Samudra Pasai dan pada tahun 1937 di pugar beberapa makam di Samudra Pasai oleh Pemerintah Belanda kemudian pada tahun 1972,1973 dan tahun 1976 Peninggalan Kerajaan Samudra Pasai di Kec. Samudera Geudong Kabupaten Aceh Utara telah di inventarisasi oleh Direktur Jendral Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan milik pemerintah Republik Indonesia. Pada umumnya tulisan pada makam tersebut belum diteliti seluruhnmya dan hal ini perlu penelitian lebih lanjut oleh generasi sekarang. Berbagai peninggalan sejarah berupa situs makam para raja yang hingga saat ini penduduk disekitar makam Sultan Malikussaleh sering mendapat mata uang emas (dirham) keramik, gelang mata delima yang umumnya ditemukan oleh petani tebat, saat meraka menggali tebat di sekitar kawasan tersebut.
Samudera Pasai
Pedagang
Persia, Gujarat, dan Arab pada awal abad ke-12 membawa ajaran Islam aliran
Syiah ke pantai Timur Sumatera, terutama di negera Perlak dan Pasai. Saat itu
aliran Syiah berkembang di Persia dan Hindustan apalagi Dinasti Fatimiah
sebagai penganut Islam aliran Syiah sedang berkuasa di Mesir.
Mereka
berdagang dan menetap di muara Sungai Perlak dan muara Sungai Pasai mendirikan
sebuah kesultanan. Dinasti Fatimiah runtuh tahun 1268 dan digantikan Dinasti
Mamluk yang beraliran Syafi’i,
mereka menumpas orang-orang Syiah di Mesir, begitu pula di pantai Timur
Sumatera.
Utusan Mamluk
yang bernama Syekh Ismail mengangkat
Marah Silu menjadi sultan di Pasai, dengan gelar Sultan Malikul Saleh. Marah Silu yang semula menganut aliran Syiah
berubah menjadi aliran Syafi’i. Sultan Malikul Saleh digantikan oleh putranya
yang bernama Sultan Malikul Zahir,
sedangkan putra keduanya yang bernama Sultan
Malikul Mansur memisahkan diri dan kembali menganut aliran Syiah. Saat
Majapahit melakukan perluasan imperium ke seluruh Nusantara, Pasai berada di
bawah kekuasaan Majapahit.
Berikut ini
adalah urutan para raja yang memerintah di Samudera Pasai, yakni:
(a) Sultan
Malik as Saleh (Malikul Saleh).
(b) Sultan
Malikul Zahir, meninggal tahun 1326.
(c) Sultan
Muhammad, wafat tahun 1354.
(d) Sultan
Ahmad Malikul Zahir atau Al Malik Jamaluddin, meninggal tahun 1383.
(e) Sultan
Zainal Abidin, meninggal tahun 1405.
(f) Sultanah
Bahiah (puteri Zainal Abidin), sultan ini meninggal pada tahun 1428.
Adanya
Samudera Pasai ini diperkuat oleh catatan Ibnu Batutah, sejarawan dari Maroko. Kronik dari orang-orang Cina
pun membuktikan hal ini. Menurut Ibnu Batutah, Samudera Pasai merupakan pusat
studi Islam. Ia berkunjung ke kerajaan ini pada tahun 1345-1346. Ibnu Batutah
menyebutnya sebagai “Sumutrah”,
ejaannya untuk nama Samudera, yang kemudian menjadi Sumatera.
Ketika
singgah di pelabuhan Pasai, Batutah dijemput oleh laksamana muda dari Pasai
bernama Bohruz. Lalu laksmana tersebut memberitakan kedatangan Batutah kepada
Raja. Ia diundang ke Istana dan bertemu dengan Sultan Muhammad, cucu Malik
as-Saleh. Batutah singgah sebentar di Samudera Pasai dari Delhi, India, untuk
melanjutkan pelayarannya ke Cina.
Sultan Pasai
ini diberitakan melakukan hubungan dengan Sultan Mahmud di Delhi dan Kesultanan
Usmani Ottoman. Diberitakan pula, bahwa terdapat pegawai yang berasal dari
Isfahan (Kerajaan Safawi) yang mengabdi di istana Pasai. Oleh karena itu, karya
sastra dari Persia begitu populer di Samudera Pasai ini. Untuk selanjutnya,
bentuk sastra Persia ini berpengaruh terhadap bentuk kesusastraan Melayu
kemudian hari.
Berdasarkan
catatan Batutah, Islam telah ada di Samudera Pasai sejak seabad yang lalu, jadi
sekitar abad ke-12 M. Raja dan rakyat Samudera Pasai mengikuti Mazhab Syafei.
Setelah setahun di Pasai, Batutah segera melanjutkan pelayarannya ke Cina, dan
kembali ke Samudera Pasai lagi pada tahun 1347.
Bukti lain
dari keberadaan Pasai adalah ditemukannya mata uang dirham sebagai alat-tukar
dagang. Pada mata uang ini tertulis nama para sultan yang memerintah Kerajaan.
Nama-nama sultan(memerintah dari abad ke-14 hingga 15) yang tercetak pada mata
uang tersebut di antaranya: Sultan Alauddin, Mansur Malik Zahir, Abu Zaid Malik
Zahir, Muhammad Malik Zahir, Ahmad Malik Zahir, dan Abdullah Malik Zahir.
Pada abad
ke-16, bangsa Portugis memasuki perairan Selat Malaka dan berhasil menguasai
Samudera Pasai pada 1521 hingga tahun 1541. Selanjutnya wilayah Samudera Pasai
menjadi kekuasaan Kerajaan Aceh yang berpusat di Bandar Aceh Darussalam. Waktu
itu yang menjadi raja di Aceh adalah Sultan Ali Mughayat.
Kehidupan Sosial-Ekonomi Masyarakat Samudera Pasai
a. Kehidupan Ekonomi
Menurunnya
peranan kerajaan Sriwijaya di Selat Malaka bersamaan dengan berdirinya Kerajaan
Samudera Pasai. Di bawah kekuasaan Samudera Pasai, jalur perdagangan di Selat
Malaka berkembang pesat. Banyak pedagang-pedagang dari Arab, Persia dan Gujarat
yang berlabuh di Pidie, Perlak dan Pasai. Pada masa raja Hayam Wuruk berkuasa,
Samudera Pasai berada di bawah kendali Majapahit. Walau demikian Samudera Pasai
diberi keleluasan untuk tetap menguasai perdagangan di Selat Malaka.
Belakangan
diketahui bahwa sebagian wilayah dari kerajaan Majapahit sudah memeluk agama
Islam. Awal abad 15 M, Samudera Pasai mengirim utusan untuk membayar upeti
kepada Cina dengan tujuan mempererat hubungan diplomatik dan mengamankan diri
dari serangan kerajaan Siam dari Muangthai. Pada masa kekuasaan Samudera Pasai,
uang dirham sudah dipakai sebagai alat tukar menukar, di salah satu sisi uang
tertulis kalimat Sultan yang Adil.
Selama kerajaan-kerajaan Islam berkuasa di Indonesia, telah banyak terjadi
perlawanan yang dilakukan oleh pihak kerajaan setempat atau “pemberontak” yang
tak setuju kaum penjajah Eropa campur tangan terhadap urusan dalam negeri
Karena
letaknya yang strategis, di Selat Malaka, di tengah jalur perdagangan India,
Gujarat, Arab, dan Cina, Pasai dengan cepat berkembang menjadi besar. Sebagai
kerajaan maritim, Pasai menggantungkan perekonomiannya dari pelayaran dan
perdagangan. Letaknya yang strategis di Selat Malaka membuat kerajaan ini
menjadi penghubung antara pusat-pusat dagang di Nusantara dengan Asia Barat,
India, dan Cina. Salah satu sumber penghasilan kerajaan ini adalah pajak yang
dikenakan pada kapal dagang yang melewati wilayah perairannya.
Berdasarkan
catatan Ma Huan yang singgah di
Pasai tahun 1404, meskipun kejayaan Kerajaan Samudera Pasai mulai redup seiring
munculnya Kerajaan Aceh dan Malaka, namun negeri Pasai ini masih cukup makmur.
Ma Huan ini seorang musafir yang mengikuti pelayaran Laksamana Cheng Ho, pelaut
Cina yang muslim, menuju Asia Tenggara (termasuk ke Jawa).
Ma Huan
memberitakan bahwa kota Pasai ditidaklah bertembok. Tanah dataran rendahnya
tidak begitu subur. Pada hanya ditanam di tanah kering dua kali dalam setahun.
Lada, salah satu hasil rempah-rempah yang banyak diminati pedagang asing,
ditanam di ladang-ladang di daerah gunung.
Berita
mengenai Samudera Pasai juga didapat dari Tome Pires, penjelajah dari Portugis,
yang berada di Malaka pada tahun 1513. Tome Pires menyebutkan bahwa negeri Pasai
itu kaya dan berpenduduk cukup banyak. Di Pasai, ia banyak menjumpai pedagang
dari Rumi (Turki), Arab, Persia, Gujarat, Tamil.
Melayu, Siam
(Thailand), dan Jawa. Begitu pentingnya keberadaan Samudera Pasai sebagai salah
satu pusat perdagangan, tak mengherankan bila ibukotanya yang bernama Samudera
menjadi nama pulau secara keseluruhan, yaitu Sumatera.
b. Kehidupan Agama
Samudera
Pasai adalah dua kerajaan kembar yakni Samudera dan Pasai, kedua-duanya
merupakan kerajaan yang berdekatan. Saat Nazimuddin al-Kamil (laksamana asal Mesir) menetap di Pasai, kedua
kerajaan tersebut dipersatukan dan pemerintahan diatur menggunakan nilai-nilai
Islam. Kerajaan Samudera Pasai adalah kerajaan pesisir sehingga pengaruhnya
hanya berada di bagian Timur Sumatera.
Samudera
Pasai berjasa menyebarkan agama Islam ke seluruh pelosok di Sumatera, bahkan
menjadi pusat penyebaran agama. Selain banyaknya orang Arab menetap dan banyak
ditemui persamaan dengan kebudayaan Arab, atas jasa-jasanya menyebarkan agama
Islam ke seluruh pelosok Nusantara wilayah itu dinamakan Serambi Mekah.
Kerajaan
Aceh
Kehidupan Sosial Budaya
a. agama
Dalam sejarah nasional Indonesia, Aceh sering disebut sebagai Negeri Serambi Mekah, karena Islam masuk pertama kali ke Indonesia melalui kawasan paling barat pulau Sumatera ini. Sesuai dengan namanya, Serambi Mekah, orang Aceh mayoritas beragama Islam dan kehidupan mereka sehari-hari sangat dipengaruhi oleh ajaran Islam ini. Oleh sebab itu, para ulama merupakan salah satu sendi kehidupan masyarakat Aceh. Selain dalam keluarga, pusat penyebaran dan pendidikan agama Islam berlangsung di dayah dan rangkang (sekolah agama). Guru yang memimpin pendidikan dan pengajaran di dayah disebut dengan teungku. Jika ilmunya sudah cukup dalam, maka para teungku tersebut mendapat gelar baru sebagai Teungku Chiek. Di kampung-kampung, urusan keagamaan masyarakat dipimpin oleh seseorang yang disebut dengan tengku meunasah.
Pengaruh Islam yang sangat kuat juga tampak dalam aspek bahasa dan sastra Aceh. Manuskrip-manuskrip terkenal peninggalan Islam di Nusantara banyak di antaranya yang berasal dari Aceh, seperti Bustanussalatin dan Tibyan fi Ma‘rifatil Adyan karangan Nuruddin ar-Raniri pada awal abad ke-17; kitab Tarjuman al-Mustafid yang merupakan tafsir Al Quran Melayu pertama karya Shaikh Abdurrauf Singkel tahun 1670-an; dan Tajussalatin karya Hamzah Fansuri. Peninggalan manuskrip tersebut merupakan bukti bahwa, Aceh sangat berperan dalam pembentukan tradisi intelektual Islam di Nusantara. Karya sastra lainnya, seperti Hikayat Prang Sabi, Hikayat Malem Diwa, Syair Hamzah Fansuri, Hikayat Raja-Raja Pasai, Sejarah Melayu, merupakan bukti lain kuatnya pengaruh Islam dalam kehidupan masyarakat Aceh.
Dalam sejarah nasional Indonesia, Aceh sering disebut sebagai Negeri Serambi Mekah, karena Islam masuk pertama kali ke Indonesia melalui kawasan paling barat pulau Sumatera ini. Sesuai dengan namanya, Serambi Mekah, orang Aceh mayoritas beragama Islam dan kehidupan mereka sehari-hari sangat dipengaruhi oleh ajaran Islam ini. Oleh sebab itu, para ulama merupakan salah satu sendi kehidupan masyarakat Aceh. Selain dalam keluarga, pusat penyebaran dan pendidikan agama Islam berlangsung di dayah dan rangkang (sekolah agama). Guru yang memimpin pendidikan dan pengajaran di dayah disebut dengan teungku. Jika ilmunya sudah cukup dalam, maka para teungku tersebut mendapat gelar baru sebagai Teungku Chiek. Di kampung-kampung, urusan keagamaan masyarakat dipimpin oleh seseorang yang disebut dengan tengku meunasah.
Pengaruh Islam yang sangat kuat juga tampak dalam aspek bahasa dan sastra Aceh. Manuskrip-manuskrip terkenal peninggalan Islam di Nusantara banyak di antaranya yang berasal dari Aceh, seperti Bustanussalatin dan Tibyan fi Ma‘rifatil Adyan karangan Nuruddin ar-Raniri pada awal abad ke-17; kitab Tarjuman al-Mustafid yang merupakan tafsir Al Quran Melayu pertama karya Shaikh Abdurrauf Singkel tahun 1670-an; dan Tajussalatin karya Hamzah Fansuri. Peninggalan manuskrip tersebut merupakan bukti bahwa, Aceh sangat berperan dalam pembentukan tradisi intelektual Islam di Nusantara. Karya sastra lainnya, seperti Hikayat Prang Sabi, Hikayat Malem Diwa, Syair Hamzah Fansuri, Hikayat Raja-Raja Pasai, Sejarah Melayu, merupakan bukti lain kuatnya pengaruh Islam dalam kehidupan masyarakat Aceh.
b. Struktur sosial
Lapisan sosial masyarakat Aceh berbasis pada jabatan struktural, kualitas keagamaan dan kepemilikan harta benda. Mereka yang menduduki jabatan struktural di kerajaan menduduki lapisan sosial tersendiri, lapisan teratasnya adalah sultan, dibawahnya ada para penguasa daerah. Sedangkan lapisan berbasis keagamaan merupakan lapisan yang merujuk pada status dan peran yang dimainkan oleh seseorang dalam kehidupan keagamaan. Dalam lapisan ini, juga terdapat kelompok yang mengaku sebagai keturunan Nabi Muhammad. Mereka ini menempati posisi istimewa dalam kehidupan sehari-hari, yang laki-laki bergelar Sayyed, dan yang perempuan bergelar Syarifah. Lapisan sosial lainnya dan memegang peranan sangat penting adalah para orang kaya yang menguasai perdagangan, saat itu komoditasnya adalah rempah-rempah, dan yang terpenting adalah lada.
Lapisan sosial masyarakat Aceh berbasis pada jabatan struktural, kualitas keagamaan dan kepemilikan harta benda. Mereka yang menduduki jabatan struktural di kerajaan menduduki lapisan sosial tersendiri, lapisan teratasnya adalah sultan, dibawahnya ada para penguasa daerah. Sedangkan lapisan berbasis keagamaan merupakan lapisan yang merujuk pada status dan peran yang dimainkan oleh seseorang dalam kehidupan keagamaan. Dalam lapisan ini, juga terdapat kelompok yang mengaku sebagai keturunan Nabi Muhammad. Mereka ini menempati posisi istimewa dalam kehidupan sehari-hari, yang laki-laki bergelar Sayyed, dan yang perempuan bergelar Syarifah. Lapisan sosial lainnya dan memegang peranan sangat penting adalah para orang kaya yang menguasai perdagangan, saat itu komoditasnya adalah rempah-rempah, dan yang terpenting adalah lada.
c. Kehidupan sehari-hari
Sebagai tempat tinggal sehari-hari, orang Aceh membangun rumah yang sering disebut juga dengan rumoh Aceh. Untuk mencukupi kebutuhan hidup, mereka bercocok tanam di lahan yang memang tersedia luas di Aceh. Bagi yang tinggal di kawasan kota pesisir, banyak juga yang berprofesi sebagai pedagang. Senjata tradisional orang Aceh yang paling terkenal adalah rencong, bentuknya menyerupai huruf L, dan bila dilihat dari dekat menyerupai tulisan kaligrafi bismillah. Senjata khas lainnya adalah Sikin Panyang, Klewang dan Peudeung oon Teubee.
Sebagai tempat tinggal sehari-hari, orang Aceh membangun rumah yang sering disebut juga dengan rumoh Aceh. Untuk mencukupi kebutuhan hidup, mereka bercocok tanam di lahan yang memang tersedia luas di Aceh. Bagi yang tinggal di kawasan kota pesisir, banyak juga yang berprofesi sebagai pedagang. Senjata tradisional orang Aceh yang paling terkenal adalah rencong, bentuknya menyerupai huruf L, dan bila dilihat dari dekat menyerupai tulisan kaligrafi bismillah. Senjata khas lainnya adalah Sikin Panyang, Klewang dan Peudeung oon Teubee.
*) Kerajaan Demak
Mundurnya Kerajaan Majapahit memberikan kesempatan kepada para bupati yang berada di pesisir pantai utara Jawa untuk melepaskan diri, khususnya Demak. Faktor lain yang mendorong perkembangan Demak ialah letaknya yang strategis di jalur perdagangan Indonesia bagian barat dengan Indonesia bagian timur.
a. Kehidupan Politik
1) Raden Patah (1475–1518)
Dengan bantuan daerah-daerah lain yang masuk Islam, seperti Jepara, Tuban, dan Gresik, Raden Patah pada tahun 1475 berhasil mendirikan Kerajaan Demak, yang merupakan kerajaan Islam pertama di Jawa. Menurut Babad Tanah Jawa, Raden Patah adalah putra Brawijaya V (Raja Majapahit terakhir) dengan putri Campa. Raden Patah semula diangkat menjadi bupati oleh Kerajaan Majapahit di Bintoro Demak dengan gelar Sultan Alam Akhbar al Fatah.
Dalam upaya mengembangkan kekuasaan dan menguasai per- dagangan nasional dan internasional maka pada tahun 1513, Demak melancarkan serangan ke Malaka di bawah pimpinan Adipati Unus (Pangeran Sabrang Lor). Namun, serangan tersebut gagal. Di lingkungan kerajaan, para wali berperan sebagai pendamping dan sekaligus sebagai penasehat raja, khususnya Sunan Kalijaga. Ia banyak memberikan sa- ran-saran sehingga Demak berkembang menjadi mirip kerajaan teokrasi, yaitu kerajaan atas dasar agama.
http://32e16176.linkbucks.com
2) Sultan Trenggono (1521–1546).
Adipati Unus (1518–1521 ) menggantikan ayahnya (Raden Patah) untuk menjalankan roda pemerintahan. Ia lebih dikenal dengan nama Pangeran Sabrang Lor (gelar yang diterima sebab pernah mengadakan serangan ke utara/Malaka). Adipati Unus meninggal tanpa meningalkan putra sehingga seharusnya digantikan oleh adiknya, Pangeran Sekar Seda Lepen. Akan tetapi, pangeran ini dibunuh oleh kemenakannya sehingga yang menggantikan takhta Demak adalah adik Adpati Unus yang lain, yakni Pangeran Trenggono. Ia setelah naik takhta Demak bergelar Sultan Trenggono.
Di bawah pemerintahannya, Kerajaan Demak mencapai puncak kejayaannya. Wilayah kekuasaannya sangat luas, meliputi Jawa Barat (Banten, Jayakarta, dan Cirebon), Jawa Tengah, dan sebagian Jawa Timur. Tindakan-tindakan penting yang pernah dilakukan Sultan Treng- gono adalah sebagai berikut:
a) menegakkan agama Islam;
b) membendung perluasan daerah yang dilakukan oleh Portugis;
c) menguasai dan mengislamkan Banten, Cirebon, dan Sunda Kelapa (Perluasan ke wilayah Jawa Barat ini dipimpin oleh Fatahilah (Faletehan) yang kemudian menurunkan raja-raja Banten).
d) berhasil menakhlukkan Mataram, Singasari, dan Blambangan.
Sultan Trenggono gugur (1546) ketika berusaha menaklukkan Pasuruan. Wafatnya Sultan Trenggono memberi peluang kepada ketu- runan Pangeran Sekar Seda Lepen yang merasa berhak atas takhta Kerajaan Demak untuk merebut takhta. Tokoh ini ialah Aria Penangsang yang menjadi bupati di Jipang (Blora). Keluarga Sultan Trenggono dengan tokohnya Pangeran Prawoto berusaha untuk menggantikan ayahnya sehingga terjadi perebutan kekuasaan.
Perang saudara ini berlangsung selama beberapa tahun yang akhirnya memunculkan Joko Tingkir, menantu Sultan Trenggono yang
berasal dari Pajang, menaiki takhta
sebagai raja dengan gelar Sultan Hadiwi- joyo (1552–1575).
Mundurnya Kerajaan Majapahit memberikan kesempatan kepada para bupati yang berada di pesisir pantai utara Jawa untuk melepaskan diri, khususnya Demak. Faktor lain yang mendorong perkembangan Demak ialah letaknya yang strategis di jalur perdagangan Indonesia bagian barat dengan Indonesia bagian timur.
a. Kehidupan Politik
1) Raden Patah (1475–1518)
Dengan bantuan daerah-daerah lain yang masuk Islam, seperti Jepara, Tuban, dan Gresik, Raden Patah pada tahun 1475 berhasil mendirikan Kerajaan Demak, yang merupakan kerajaan Islam pertama di Jawa. Menurut Babad Tanah Jawa, Raden Patah adalah putra Brawijaya V (Raja Majapahit terakhir) dengan putri Campa. Raden Patah semula diangkat menjadi bupati oleh Kerajaan Majapahit di Bintoro Demak dengan gelar Sultan Alam Akhbar al Fatah.
Dalam upaya mengembangkan kekuasaan dan menguasai per- dagangan nasional dan internasional maka pada tahun 1513, Demak melancarkan serangan ke Malaka di bawah pimpinan Adipati Unus (Pangeran Sabrang Lor). Namun, serangan tersebut gagal. Di lingkungan kerajaan, para wali berperan sebagai pendamping dan sekaligus sebagai penasehat raja, khususnya Sunan Kalijaga. Ia banyak memberikan sa- ran-saran sehingga Demak berkembang menjadi mirip kerajaan teokrasi, yaitu kerajaan atas dasar agama.
http://32e16176.linkbucks.com
2) Sultan Trenggono (1521–1546).
Adipati Unus (1518–1521 ) menggantikan ayahnya (Raden Patah) untuk menjalankan roda pemerintahan. Ia lebih dikenal dengan nama Pangeran Sabrang Lor (gelar yang diterima sebab pernah mengadakan serangan ke utara/Malaka). Adipati Unus meninggal tanpa meningalkan putra sehingga seharusnya digantikan oleh adiknya, Pangeran Sekar Seda Lepen. Akan tetapi, pangeran ini dibunuh oleh kemenakannya sehingga yang menggantikan takhta Demak adalah adik Adpati Unus yang lain, yakni Pangeran Trenggono. Ia setelah naik takhta Demak bergelar Sultan Trenggono.
Di bawah pemerintahannya, Kerajaan Demak mencapai puncak kejayaannya. Wilayah kekuasaannya sangat luas, meliputi Jawa Barat (Banten, Jayakarta, dan Cirebon), Jawa Tengah, dan sebagian Jawa Timur. Tindakan-tindakan penting yang pernah dilakukan Sultan Treng- gono adalah sebagai berikut:
a) menegakkan agama Islam;
b) membendung perluasan daerah yang dilakukan oleh Portugis;
c) menguasai dan mengislamkan Banten, Cirebon, dan Sunda Kelapa (Perluasan ke wilayah Jawa Barat ini dipimpin oleh Fatahilah (Faletehan) yang kemudian menurunkan raja-raja Banten).
d) berhasil menakhlukkan Mataram, Singasari, dan Blambangan.
Sultan Trenggono gugur (1546) ketika berusaha menaklukkan Pasuruan. Wafatnya Sultan Trenggono memberi peluang kepada ketu- runan Pangeran Sekar Seda Lepen yang merasa berhak atas takhta Kerajaan Demak untuk merebut takhta. Tokoh ini ialah Aria Penangsang yang menjadi bupati di Jipang (Blora). Keluarga Sultan Trenggono dengan tokohnya Pangeran Prawoto berusaha untuk menggantikan ayahnya sehingga terjadi perebutan kekuasaan.
Perang saudara ini berlangsung selama beberapa tahun yang akhirnya memunculkan Joko Tingkir, menantu Sultan Trenggono yang
berasal dari Pajang, menaiki takhta
sebagai raja dengan gelar Sultan Hadiwi- joyo (1552–1575).
b. Kehidupan Ekonomi
Dilihat dari segi ekonomi, Demak sebagai kerajaan maritim, menjalankan
fungsinya sebagai penghubung atau transit daerah penghasil rempah-rempah di bagian timur dengan Malaka sebagai pasaran di bagian barat. Perekonomian Demak dapat berkembang dengan pesat di dunia maritim karena didukung oleh penghasil dalam bidang agraris yang cukup besar.
Dilihat dari segi ekonomi, Demak sebagai kerajaan maritim, menjalankan
fungsinya sebagai penghubung atau transit daerah penghasil rempah-rempah di bagian timur dengan Malaka sebagai pasaran di bagian barat. Perekonomian Demak dapat berkembang dengan pesat di dunia maritim karena didukung oleh penghasil dalam bidang agraris yang cukup besar.
c. Kehidupan Sosial Budaya
Kehidupan sosial Demak diatur oleh hukum-hukum Islam, namun juga masih menerima tradisi lama. Dengan demikian, muncul sistem kehidupan sosial yang telah mendapat pengaruh Islam.
Di bidang budaya, terlihat jelas dengan adanya pembangunan Masjid Agung Demak yang terkenal dengan salah satu tiang utamanya terbuat dari kumpulan sisa-sisa kayu yang dipakai untuk membuat masjid itu sendiri yang disebut soko tatal. Di pendapa (serambi depan masjid) itulah Sunan Kalijaga (pemimpin pembangunan masjid) meletakkan dasar-dasar syaha- datain (perayaan Sekaten). Tujuannya ialah untuk memperoleh banyak
pengikut agama Islam. Tradisi Sekaten itu sampai sekarang masih berlangsung di Yogyakarta, Surakarta, dan Cirebon.
Kehidupan sosial Demak diatur oleh hukum-hukum Islam, namun juga masih menerima tradisi lama. Dengan demikian, muncul sistem kehidupan sosial yang telah mendapat pengaruh Islam.
Di bidang budaya, terlihat jelas dengan adanya pembangunan Masjid Agung Demak yang terkenal dengan salah satu tiang utamanya terbuat dari kumpulan sisa-sisa kayu yang dipakai untuk membuat masjid itu sendiri yang disebut soko tatal. Di pendapa (serambi depan masjid) itulah Sunan Kalijaga (pemimpin pembangunan masjid) meletakkan dasar-dasar syaha- datain (perayaan Sekaten). Tujuannya ialah untuk memperoleh banyak
pengikut agama Islam. Tradisi Sekaten itu sampai sekarang masih berlangsung di Yogyakarta, Surakarta, dan Cirebon.
Kerajaan Mataram Islam
Pada awal perkembangannya kerajaan Mataram adalah daerah
kadipaten yang dikuasai oleh Ki Gede Pamanahan. Daerah tersebut diberikan oleh
Pangeran Hadiwijaya (Jaka Tingkir) yaitu raja Pajang kepada Ki Gede Pamanahan
atas jasanya membantu mengatasi perang saudara di Demak yang menjadi latar
belakang munculnya kerajaan Pajang. Ki Gede Pamanahan memiliki putra bernama
Sutawijaya yang juga mengabdi kepada raja Pajang sebagai komando pasukan
pengawal raja. Setelah Ki Gede Pamanahan meninggal tahun 1575, maka Sutawijaya
menggantikannya sebagai adipati di Kota Gede tersebut. Setelah pemerintahan
Hadiwijaya di Pajang berakhir, maka kembali terjadi perang saudara antara Pangeran
Benowo putra Hadiwijaya dengan Arya Pangiri, Bupati Demak yang merupakan
keturunan dari Raden Trenggono.
Akibat dari perang saudara tersebut, maka banyak daerah yang
dikuasai Pajang melepaskan diri, sehingga hal inilah yang mendorong Pangeran
Benowo meminta bantuan kepada Sutawijaya. Atas bantuan Sutawijaya tersebut,
maka perang saudara dapat diatasi dan karena ketidakmampuannya maka secara
sukarela Pangeran Benowo menyerahkan takhtanya kepada Sutawijaya. Dengan
demikian berakhirlah kerajaan Pajang dan sebagai kelanjutannya muncullah
kerajaan Mataram. Lokasi kerajaan Mataram tersebut di Jawa Tengah bagian
Selatan dengan pusatnya di kota Gede yaitu di sekitar kota Yogyakarta sekarang.
Kehidupan Politik
Pendiri kerajaan Mataram adalah Sutawijaya.
Ia bergelar Panembahan
Senopati, memerintah tahun (1586 – 1601). Pada awal
pemerintahannya ia berusaha menundukkan daerah-daerah seperti Ponorogo, Madiun,
Pasuruan, dan Cirebon serta Galuh. Sebelum usahanya untuk memperluas dan
memperkuat kerajaan Mataram terwujud, Sutawijaya digantikan oleh putranya yaitu
Mas
Jolang yang bergelar Sultan Anyakrawati tahun 1601 – 1613. Sebagai raja
Mataram ia juga berusaha meneruskan apa yang telah dilakukan oleh Panembahan
Senopati untuk memperoleh kekuasaan Mataram dengan menundukkan daerah-daerah
yang melepaskan diri dari Mataram. Akan tetapi sebelum usahanya selesai, Mas
Jolang meninggal tahun 1613 dan dikenal dengan sebutan Panembahan
Sedo Krapyak. Untuk selanjutnya yang menjadi raja Mataram
adalah Mas
Rangsang yang bergelar Sultan Agung Senopati ing alogo Ngabdurrahman, yang
memerintah tahun 1613 – 1645. Sultan Agung merupakan raja terbesar dari
kerajaan ini. Pada masa pemerintahannya Mataram mencapai puncaknya, karena ia
seorang raja yang gagah berani, cakap dan bijaksana.
Pada tahun 1625 hampir seluruh pulau Jawa dikuasainya
kecuali Batavia dan Banten. Di samping mempersatukan berbagai daerah di pulau
Jawa, Sultan Agung juga berusaha mengusir VOC Belanda dari Batavia. Untuk itu
Sultan Agung melakukan penyerangan terhadap VOC ke Batavia pada tahun 1628 dan
1629 akan tetapi serangan tersebut mengalami kegagalan. Penyebab kegagalan
serangan terhadap VOC antara lain karena jarak tempuh dari pusat Mataram ke
Batavia terlalu jauh kira-kira membutuhkan waktu 1 bulan untuk berjalan kaki,
sehingga bantuan tentara sulit diharapkan dalam waktu singkat. Dan
daerah-daerah yang dipersiapkan untuk mendukung pasukan sebagai lumbung padi
yaitu Kerawang dan Bekasi dibakar oleh VOC, sebagai akibatnya pasukan Mataram
kekurangan bahan makanan. Dampak pembakaran lumbung padi maka tersebar wabah
penyakit yang menjangkiti pasukan Mataram, sedangkan pengobatan belum sempurna.
Hal inilah yang banyak menimbulkan korban dari pasukan Mataram. Di samping itu
juga sistem persenjataan Belanda lebih unggul dibanding pasukan Mataram.
Untuk selanjutnya silahkan Anda diskusikan dengan
teman-teman Anda mencari penyebab kegagalan yang lain serangan Mataram ke
batavia. Hasil diskusi Anda dapat dikumpulkan pada guru bina Anda dan kemudian
lanjutkan menyimak uraian materi selanjutnya. Walaupun penyerangan terhadap
Batavia mengalami kegagalan, namun Sultan Agung tetap berusaha memperkuat
penjagaan terhadap daerah-daerah yang berbatasan dengan Batavia, sehingga pada
masa pemerintahannya VOC sulit menembus masuk ke pusat pemerintahan Mataram.
Setelah wafatnya Sultan Agung tahun 1645, Mataram tidak memiliki raja-raja yang
cakap dan berani seperti Sultan Agung, bahkan putranya sendiri yaitu Amangkurat
I dan cucunya Amangkurat II, Amangkurat III, Paku Buwono I, Amangkurat IV, Paku
Buwono II, Paku Buwono III merupakan raja-raja yang lemah. Sehingga
pemberontakan terjadi antara lain Trunojoyo 1674-1679, Untung Suropati
1683-1706, pemberontakan Cina 1740-1748.
Kelemahan raja-raja Mataram setelah Sultan Agung
dimanfaatkan oleh penguasa daerah untuk melepaskan diri dari kekuasaan Mataram
juga VOC. Akhirnya VOC berhasil juga menembus ke ibukota dengan cara
mengadu-domba sehingga kerajaan Mataram berhasil dikendalikan VOC. VOC berhasil
menaklukan Mataram melalui politik devide et impera, kerajaan Mataram dibagi
dua melalui perjanjian Gianti tahun 1755. Sehingga Mataram yang luas hampir
meliputi seluruh pulau Jawa akhirnya terpecah belah :
1. Kesultanan Yogyakarta, dengan Mangkubumi sebagai raja
yang bergelar Sultan Hamengkubuwono I.
2. Kasunanan Surakarta yang diperintah oleh Sunan Paku
Buwono III.
Belanda ternyata belum puas memecah belah kerajaan Mataram.
Akhirnya melalui politik adu-domba kembali tahun 1757 diadakan perjanjian
Salatiga. Mataram terbagi 4 wilayah yaitu sebagian Surakarta diberikan kepada
Mangkunegaran selaku Adipati tahun 1757, kemudian sebagian Yogyakarta juga
diberikan kepada Paku Alam selaku Adipati tahun 1813.
Demikianlah perkembangan politik kerajaan Mataram. Untuk
menambah pemahaman Anda, buatlah silsilah raja-raja Mataram dari awal
berdirinya Mataram sampai tahun 1757. Sebagai referensinya Anda dapat membaca
buku Sejarah Nasional
Kehidupan Ekonomi
Letak kerajaan Mataram di pedalaman, maka Mataram berkembang
sebagai kerajaan agraris yang menekankan dan mengandalkan bidang pertanian.
Sekalipun demikian kegiatan perdagangan tetap diusahakan dan dipertahankan,
karena Mataram juga menguasai daerah-daerah pesisir. Dalam bidang pertanian,
Mataram mengembangkan daerah persawahan yang luas terutama di Jawa Tengah, yang
daerahnya juga subur dengan hasil utamanya adalah beras, di samping kayu, gula,
kapas, kelapa dan palawija. Sedangkan dalam bidang perdagangan, beras merupakan
komoditi utama, bahkan menjadi barang ekspor karena pada abad ke-17 Mataram
menjadi pengekspor beras paling besar pada saat itu. Dengan demikian kehidupan
ekonomi Mataram berkembang pesat karena didukung oleh hasil bumi Mataram yang
besar. Dari penjelasan tersebut, apakah Anda sudah memahami? Kalau sudah paham,
bandingkan dengan uraian materi selanjutnya.
Kehidupan Sosial Budaya
Sebagai kerajaan yang bersifat agraris, masyarakat Mataram
disusun berdasarkan sistem feodal. Dengan sistem tersebut maka raja adalah
pemilik tanah kerajaan beserta isinya. Untuk melaksanakan pemerintahan, raja
dibantu oleh seperangkat pegawai dan keluarga istana, yang mendapatkan upah
atau gaji berupa tanah lungguh atau tanah garapan. Tanah lungguh tersebut
dikelola oleh kepala desa (bekel) dan yang menggarapnya atau mengerjakannya
adalah rakyat atau petani penggarap dengan membayar pajak/sewa tanah. Dengan
adanya sistem feodalisme tersebut, menyebabkan lahirnya tuan-tuan tanah di Jawa
yang sangat berkuasa terhadap tanah-tanah yang dikuasainya. Sultan memiliki
kedudukan yang tinggi juga dikenal sebagai panatagama yaitu pengatur kehidupan
keagamaan. Sedangkan dalam bidang kebudayaan, seni ukir, lukis, hias dan patung
serta seni sastra berkembang pesat. Hal ini terlihat dari kreasi para seniman
dalam pembuatan gapura, ukiran-ukiran di istana maupun tempat ibadah. Contohnya
gapura Candi Bentar di makam Sunan Tembayat (Klaten) diperkirakan dibuat pada
masa Sultan Agung.
Contoh lain hasil perpaduan budaya Hindu-Budha-Islam adalah
penggunaan kalender Jawa, adanya kitab filsafat sastra gending dan kitab
undang-undang yang disebut Surya Alam. Contoh-contoh tersebut merupakan hasil
karya dari Sultan Agung sendiri.
Di samping itu juga adanya upacara Grebeg pada hari-hari
besar Islam yang ditandai berupa kenduri Gunungan yang dibuat dari berbagai
makanan maupun hasil bumi. Upacara Grebeg tersebut merupakan tradisi sejak
zaman Majapahit sebagai tanda terhadap pemujaan nenek moyang.
Kerajaan Banten
Letak Kerajaan Banten
Secara geografis, Kerajaan Banten terletak di propinsi Banten. Wilayah
kekuasaan Banten meliputi bagian barat Pulau Jawa, seluruh wilayah Lampung, dan
sebagian wilayah selatan Jawa Barat. Situs peninggalan Kerajaan Banten tersebar
di beberapa kota seperti Tangerang, Serang, Cilegon, dan Pandeglang. Pada
mulanya, wilayah Kesultanan Banten termasuk dalam kekuasaan Kerajaan Sunda.
Kerajaan Banten menjadi penguasa jalur pelayaran dan perdagangan yang
melalui Selat Sunda. Dengan posisi yang strategis ini Kerajaan Banten
berkembang menjadi kerajaan besar di Pulau Jawa dan bahkan menjadi saingan
berat bagi VOC di Batavia. VOC merupakan perserikatan dagang yang dibuat oleh
kolonial Belanda di wilayah kepulauan Nusantara.
Kehidupan Politik Kerajaan Banten
Pada awal berkembangnya masyarakat pantai Banten, Banten merupakan daerah
kekuasaan Kerajaan Pajajaran. Namun pada tahun 1524 wilayah Banten berhasil
dikuasai oleh Kerajaan Demak di bawah pimpinan Syarif Hidayatullah. Pada waktu
Demak terjadi perebutan kekuasaan, Banten melepaskan diri dan tumbuh menjadi
kerajaan besar.
Setelah itu, kekuasaan Banten diserahkan kepada Sultan Hasanudin, putra
Syarif Hidayatullah. Sultan Hasanudin dianggap sebagai peletak dasar Kerajaan
Banten. Banten semakin maju di bawah pemerintahan Sultan Hasanudin karena
didukung oleh faktor-faktor berikut ini:
Letak Banten yang strategis terutama setelah Malaka jatuh ke tangan
Portugis, Banten menjadi bandar utama karena dilalui jalur perdagangan laut.
Banten menghasilkan rempah-rempah lada yang menjadi perdagangan utama
bangsa Eropa menuju Asia.
Kerajaan Banten mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Ageng
Tirtayasa. Hal-hal yang dilakukan oleh Sultan Ageng Tirtayasa terhadap kemajuan
Kerajaan Banten adalah sebagai berikut:
Memajukan wilayah perdagangan. Wilayah perdagangan Banten berkembang sampai
ke bagian selatan Pulau Sumatera dan sebagian wilayah Pulau Kalimantan.
Banten dijadikan sebagai tempat perdagangan internasional yang
mempertemukan pedagang lokal dengan para pedagang asing dari Eropa.
Memajukan pendidikan dan kebudayaan Islam sehingga banyak murid yang
belajar agama Islam ke Banten.
Melakukan modernisasi bangunan keraton dengan bantuan arsitektur Lucas
Cardeel. Sejumlah situs bersejarah peninggalan Kerajaan Banten dapat kita
saksikan hingga sekarang di wilayah Pantai Teluk Banten.
Membangun armada laut untuk melindungi perdagangan. Kekuatan ekonomi Banten
didukung oleh pasukan tempur laut untuk menghadapi serangan dari kerajaan lain
di Nusantara dan serangan pasukan asing dari Eropa.
Sultan Ageng Tirtayasa merupakan salah satu raja yang gigih menentang
pendudukan VOC di Indonesia. Kekuatan politik dan angkatan perang Banten maju
pesat di bawah kepemimpinannya. Namun akhirnya VOC menjalankan politik adu
domba antara Sultan Ageng dan putranya, Sultan Haji. Berkat politik adu domba
tersebut Sultan Ageng Tirtayasa kemudian berhasil ditangkap dan dipenjarakan di
Batavia hingga wafat pada tahun 1629 Masehi.
Berikut ini daftar penguasa Kesultanan Banten menurut catatan sejarah
Wikipedia:
1. Maulana Hasanuddin atau Pangeran Sabakingkin memerintah pada tahun 1552
– 1570
2. Maulana Yusuf atau Pangeran Pasareyan memerintah pada tahun 1570 – 1585
3. Maulana Muhammad atau Pangeran Sedangrana memerintah pada tahun 1585 – 1596
4. Sultan Abu al-Mafakhir Mahmud Abdulkadir atau Pangeran Ratu memerintah pada tahun 1596 – 1647
5. Sultan Abu al-Ma’ali Ahmad memerintah pada tahun 1647 – 1651
6. Sultan Ageng Tirtayasa atau Sultan Abu al-Fath Abdul Fattah memerintah pada tahun 1651-1682
7. Sultan Haji atau Sultan Abu Nashar Abdul Qahar memerintah pada tahun 1683 – 1687
8. Sultan Abu Fadhl Muhammad Yahya memerintah pada tahun 1687 – 1690
9. Sultan Abul Mahasin Muhammad Zainul Abidin memerintah pada tahun 1690 – 1733
10. Sultan Abul Fathi Muhammad Syifa Zainul Arifin memerintah pada tahun 1733 – 1747
11. Ratu Syarifah Fatimah memerintah pada tahun 1747 – 1750
12. Sultan Arif Zainul Asyiqin al-Qadiri memerintah pada tahun 1753 – 1773
13. Sultan Abul Mafakhir Muhammad Aliuddin memerintah pada tahun 1773 – 1799
14. Sultan Abul Fath Muhammad Muhyiddin Zainussalihin memerintah pada tahun 1799 – 1803
15. Sultan Abul Nashar Muhammad Ishaq Zainulmutaqin memerintah pada tahun 1803 – 1808
16. Sultan Muhammad bin Muhammad Muhyiddin Zainussalihin memerintah pada tahun 1809 – 1813
2. Maulana Yusuf atau Pangeran Pasareyan memerintah pada tahun 1570 – 1585
3. Maulana Muhammad atau Pangeran Sedangrana memerintah pada tahun 1585 – 1596
4. Sultan Abu al-Mafakhir Mahmud Abdulkadir atau Pangeran Ratu memerintah pada tahun 1596 – 1647
5. Sultan Abu al-Ma’ali Ahmad memerintah pada tahun 1647 – 1651
6. Sultan Ageng Tirtayasa atau Sultan Abu al-Fath Abdul Fattah memerintah pada tahun 1651-1682
7. Sultan Haji atau Sultan Abu Nashar Abdul Qahar memerintah pada tahun 1683 – 1687
8. Sultan Abu Fadhl Muhammad Yahya memerintah pada tahun 1687 – 1690
9. Sultan Abul Mahasin Muhammad Zainul Abidin memerintah pada tahun 1690 – 1733
10. Sultan Abul Fathi Muhammad Syifa Zainul Arifin memerintah pada tahun 1733 – 1747
11. Ratu Syarifah Fatimah memerintah pada tahun 1747 – 1750
12. Sultan Arif Zainul Asyiqin al-Qadiri memerintah pada tahun 1753 – 1773
13. Sultan Abul Mafakhir Muhammad Aliuddin memerintah pada tahun 1773 – 1799
14. Sultan Abul Fath Muhammad Muhyiddin Zainussalihin memerintah pada tahun 1799 – 1803
15. Sultan Abul Nashar Muhammad Ishaq Zainulmutaqin memerintah pada tahun 1803 – 1808
16. Sultan Muhammad bin Muhammad Muhyiddin Zainussalihin memerintah pada tahun 1809 – 1813
Kehidupan Sosial Kesultanan Banten
Kerajaan Banten merupakan salah satu kerajaan Islam di Pulau Jawa selain Kerajaan
Demak, Kasepuhan Cirebon, Giri Kedaton, dan Mataram Islam. Kehidupan sosial
rakyat Banten berlandaskan ajaran-ajaran yang berlaku dalam agama Islam. Pada
masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa, kehidupan sosial masyarakat Banten
semakin meningkat dengan pesat karena sultan memperhatikan kesejahteraan
rakyatnya. Usaha yang ditempuh oleh Sultan Ageng Tirtayasa adalah menerapkan
sistem perdagangan bebas dan mengusir VOC dari Batavia.
Menurut catatan sejarah Banten, Sultan Banten termasuk keturunan Nabi
Muhammad SAW sehingga agama Islam benar-benar menjadi pedoman hidup rakyat.
Meskipun agama Islam mempengaruhi sebagian besar kehidupan Kesultanan Banten,
namun penduduk Banten telah menjalankan praktek toleransi terhadap keberadaan
pemeluk agama lain. Hal ini dibuktikan dengan dibangunnya sebuah klenteng di
pelabuhan Banten pada tahun 1673.
Kehidupan Budaya Kesultanan Banten
Masyarakat yang berada pada wilayah Kesultanan Banten terdiri dari beragam
etnis yang ada di Nusantara, antara lain: Sunda, Jawa, Melayu, Bugis, Makassar,
dan Bali. Beragam suku tersebut memberi pengaruh terhadap perkembangan budaya
di Banten dengan tetap berdasarkan aturan agama Islam. Pengaruh budaya Asia
lain didapatkan dari migrasi penduduk Cina akibat perang Fujian tahun 1676, serta
keberadaan pedagang India dan Arab yang berinteraksi dengan masyarakat
setempat.
Dalam bidang seni bangunan Banten meninggalkan seni bangunan Masjid Agung
Banten yang dibangun pada abad ke-16. Selain itu, Kerajaan Banten memiliki
bangunan istana dan bangunan gapura pada Istana Kaibon yang dibangun oleh Jan
Lucas Cardeel, seorang Belanda yang telah memeluk agama Islam. Sejumlah
peninggalan bersejarah di Banten saat ini dikembangkan menjadi tempat wisata
sejarah yang banyak menarik kunjungan wisatawan dari dalam dan luar negeri.
KERAJAAN
GOWA TALLO
AWAL BERDIRINYA
Pada awalnya di daerah Gowa terdapat sembilan komunitas, yang dikenal
dengan nama Bate Salapang (Sembilan Bendera), yang kemudian menjadi pusat
kerajaan Gowa: Tombolo, Lakiung, Parang-Parang, Data, Agangjene, Saumata,
Bissei, Sero dan Kalili. Melalui berbagai cara, baik damai maupun paksaan,
komunitas lainnya bergabung untuk membentuk Kerajaan Gowa. Cerita dari
pendahulu di Gowa dimulai oleh Tumanurung sebagai pendiri Istana Gowa, tetapi
tradisi Makassar lain menyebutkan empat orang yang mendahului datangnya
Tumanurung, dua orang pertama adalah Batara Guru dan saudaranya
Gambar di bawah merupakan peta Sulawesi Selatan. Di Sulawesi Selatan pada
abad 16 terdapat beberapa kerajaan di antaranya Gowa, Tallo, Bone, Sopeng, Wajo
dan Sidenreng. Untuk mengetahui letak kerajaan-kerajaan tersebut, silahkan
diamati gambar peta tersebut.
Gambar
Peta lokasi kerajaan Gowa – Tallo.
Masing-masing kerajaan tersebut membentuk persekutuan sesuai dengan pilihan
masing-masing. Salah satunya adalah kerajaan Gowa dan Tallo membentuk
persekutuan pada tahun 1528, sehingga melahirkan suatu kerajaan yang lebih
dikenal dengan sebutan kerajaan Makasar. Nama Makasar sebenarnya adalah ibukota
dari kerajaan Gowa dan sekarang masih digunakan sebagai nama ibukota propinsi
Sulawesi Selatan.
Secara geografis daerah Sulawesi Selatan memiliki posisi yang sangat
strategis, karena berada di jalur pelayaran (perdagangan Nusantara). Bahkan daerah
Makasar menjadi pusat persinggahan para pedagang baik yang berasal dari
Indonesia bagian Timur maupun yang berasal dari Indonesia bagian Barat. Dengan
posisi strategis tersebut maka kerajaan Makasar berkembang menjadi kerajaan
besar dan berkuasa atas jalur perdagangan Nusantara.
MASA PERKEMBANGAN KARAJAAN GOWA TALLO
Kehidupan Ekonomi
Seperti yang telah Anda ketahui bahwa kerajaan Makasar merupakan kerajaan
Maritim dan berkembang sebagai pusat perdagangan di Indonesia bagian Timur. Hal
ini ditunjang oleh beberapa faktor seperti letak yang strategis, memiliki
pelabuhan yang baik serta didukung oleh jatuhnya Malaka ke tangan Portugis
tahun 1511 yang menyebabkan banyak pedagang-pedagang yang pindah ke Indonesia
Timur.
Sebagai pusat perdagangan Makasar berkembang sebagai pelabuhan
internasional dan banyak disinggahi oleh pedagang-pedagang asing seperti
Portugis, Inggris, Denmark dan sebagainya yang datang untuk berdagang di
Makasar.
Pelayaran dan perdagangan di Makasar diatur berdasarkan hukum niaga yang disebut
dengan ADE’ ALOPING LOPING BICARANNA PABBALUE (ket : artinya apa), sehingga
dengan adanya hukum niaga tersebut, maka perdagangan di Makasar menjadi teratur
dan mengalami perkembangan yang pesat. Selain perdagangan, Makasar juga
mengembangkan kegiatan pertanian karena Makasar juga menguasai daerah-daerah
yang subur di bagian Timur Sulawesi Selatan.
Kehidupan Sosial Budaya
Sebagai negara Maritim, maka sebagian besar masyarakat Makasar adalah
nelayan dan pedagang. Mereka giat berusaha untuk meningkatkan taraf
kehidupannya, bahkan tidak jarang dari mereka yang merantau untuk menambah
kemakmuran hidupnya.
Sejak Gowa Tallo sebagai pusat perdagangan laut, kerajaan ini menjalin
hubungan dengan Ternate yang sudah menerima Islam dari Gresik. Raja Ternate
yakni Baabullah mengajak raja Gowa Tallo untuk masuk Islam, tapi gagal. Baru
pada masa Raja Datu Ri Bandang datang ke Kerajaan Gowa Tallo agama Islam mulai
masuk ke kerajaan ini. Setahun kemudian hampir seluruh penduduk Gowa Tallo
memeluk Islam. Mubaligh yang berjasa menyebarkan Islam adalah Abdul Qodir
Khotib Tunggal yang berasal dari Minangkabau.
Raja Gowa Tallo sangat besar perannya dalam menyebarkan Islam, sehingga
bukan rakyat saja yang memeluk Islam tapi kerajaan-kerajaan disekitarnya juga
menerima Islam, seperti Luwu, Wajo, Soppeg, dan Bone. Wajo menerima Islam tahun
1610 M. Raja Bone pertama yang menerima Islam bergelar Sultan Adam. Walaupun
masyarakat Makasar memiliki kebebasan untuk berusaha dalam mencapai
kesejahteraan hidupnya, tetapi dalam kehidupannya mereka sangat terikat dengan
norma adat yang mereka anggap sakral. Norma kehidupan masyarakat Makasar diatur
berdasarkan adat dan agama Islam yang disebut PANGADAKKANG. Dan masyarakat
Makasar sangat percaya terhadap norma-norma tersebut.
Di samping norma tersebut, masyarakat Makasar juga mengenal pelapisan
sosial yang terdiri dari lapisan atas yang merupakan golongan bangsawan dan
keluarganya disebut dengan “Anakarung/Karaeng”, sedangkan rakyat kebanyakan
disebut “to Maradeka” dan masyarakat lapisan bawah yaitu para hamba-sahaya
disebut dengan golongan “Ata”.
Dari segi kebudayaan, maka masyarakat Makasar banyak menghasilkan
benda-benda budaya yang berkaitan dengan dunia pelayaran. Mereka terkenal
sebagai pembuat kapal. Jenis kapal yang dibuat oleh orang Makasar dikenal
dengan nama Pinisi dan Lombo. Kapal Pinisi dan Lombo merupakan kebanggaan
rakyat Makasar dan terkenal sampai mancanegara.
Kehidupan Politik Dan Masa Kemunduran kerajaan
Gowa -Tallo
Penyebaran Islam di Sulawesi Selatan dilakukan oleh Datuk Robandang dari
Sumatera, sehingga pada abad 17 agama Islam berkembang pesat di Sulawesi
Selatan, bahkan raja Makasar pun memeluk agama Islam.
Raja Makasar yang pertama memeluk agama Islam adalah Karaeng Matoaya (Raja
Gowa) yang bergelar Sultan Alaudin yang memerintah Makasar tahun 1593 – 1639
dan dibantu oleh Daeng Manrabia (Raja Tallo) sebagai Mangkubumi bergelar Sultan
Abdullah. Sejak pemerintahan Sultan Alaudin kerajaan Makasar berkembang sebagai
kerajaan maritim dan berkembang pesat pada masa pemerintahan raja Malekul Said
(1639 – 1653).
Selanjutnya kerajaan Makasar mencapai puncak kebesarannya pada masa
pemerintahan Sultan Hasannudin (1653 – 1669). Pada masa pemerintahannya Makasar
berhasil memperluas wilayah kekuasaannya yaitu dengan menguasai daerah-daerah
yang subur serta daerah-daerah yang dapat menunjang keperluan perdagangan
Makasar. Perluasan daerah Makasar tersebut sampai ke Nusa Tenggara Barat.
Gambar
Peta lokasi kerajaan Makasar.
Daerah kekuasaan Makasar luas, seluruh jalur perdagangan di Indonesia Timur
dapat dikuasainya. Sultan Hasannudin terkenal sebagai raja yang sangat anti
kepada dominasi asing. Oleh karena itu ia menentang kehadiran dan monopoli yang
dipaksakan oleh VOC yang telah berkuasa di Ambon. Untuk itu hubungan antara
Batavia (pusat kekuasaan VOC di Hindia Timur) dan Ambon terhalangi oleh adanya
kerajaan Makasar. Dengan kondisi tersebut maka timbul pertentangan antara
Sultan Hasannudin dengan VOC, bahkan menyebabkan terjadinya peperangan.
Peperangan tersebut terjadi di daerah Maluku.
Dalam peperangan melawan VOC, Sultan Hasannudin memimpin sendiri pasukannya
untuk memporak-porandakan pasukan Belanda di Maluku. Akibatnya kedudukan
Belanda semakin terdesak. Atas keberanian Sultan Hasannudin tersebut maka
Belanda memberikan julukan padanya sebagai Ayam Jantan dari Timur. Upaya
Belanda untuk mengakhiri peperangan dengan Makasar yaitu dengan melakukan
politik adu-domba antara Makasar dengan kerajaan Bone (daerah kekuasaan
Makasar). Raja Bone yaitu Aru Palaka yang merasa dijajah oleh Makasar meminta
bantuan kepada VOC untuk melepaskan diri dari kekuasaan Makasar. Sebagai
akibatnya Aru Palaka bersekutu dengan VOC untuk menghancurkan Makasar.
Akibat persekutuan tersebut akhirnya Belanda dapat menguasai ibukota
kerajaan Makasar. Dan secara terpaksa kerajaan Makasar harus mengakui
kekalahannya dan menandatangai perjanjian Bongaya tahun 1667 yang isinya tentu
sangat merugikan kerajaan Makasar.
Isi dari perjanjian Bongaya antara lain:
a. VOC memperoleh hak monopoli perdagangan di Makasar.
b. Belanda dapat mendirikan benteng di Makasar.
c. Makasar harus melepaskan daerah-daerah jajahannya seperti Bone dan
pulau-pulau di luar Makasar.
d. Aru Palaka diakui sebagai raja Bone.
Walaupun perjanjian telah diadakan, tetapi perlawanan Makasar terhadap
Belanda tetap berlangsung. Bahkan pengganti dari Sultan Hasannudin yaitu
Mapasomba (putra Hasannudin) meneruskan perlawanan melawan Belanda. Untuk
menghadapi perlawanan rakyat Makasar, Belanda mengerahkan pasukannya secara
besar-besaran. Akhirnya Belanda dapat menguasai sepenuhnya kerajaan Makasar,
dan Makasar mengalami kehancurannya.
Kerajaan TERNATE DAN TIDORE
LETAK KERAJAAN
Secara geografis kerajaan ternate dan tidore terletak di Kepulauan Maluku, antara sulawesi dan irian jaya letak terletak tersebut sangat strategis dan penting dalam dunia perdagangan masa itu. Pada masa itu, kepulauan maluku merupakan penghasil rempah-rempah terbesar sehingga di juluki sebagai “The Spicy Island”. Rempah-rempah menjadi komoditas utama dalam dunia perdagangan pada saat itu, sehingga setiap pedagang maupun bangsa-bangsa yang datang dan bertujuan ke sana, melewati rute perdagangan tersebut agama islam meluas ke maluku, seperti Ambon, ternate, dan tidore. Keadaan seperti ini, telah mempengaruhi aspek-aspek kehidupan masyarakatnya, baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
A. KEHIDUPAN POLITIK
Di kepulauan maluku terdapat kerajaan kecil, diantaranya kerajaan ternate sebagai pemimpin Uli Lima yaitu persekutuan lima bersaudara. Uli Siwa yang berarti persekutuan sembilan bersaudara. Ketika bangsa portugis masuk, portugis langsung memihak dan membantu ternate, hal ini dikarenakan portugis mengira ternate lebih kuat. Begitu pula bangsa spanyol memihak tidore akhirnya terjadilah peperangan antara dua bangsa kulit, untuk menyelesaikan, Paus turun tangan dan menciptakan perjanjian saragosa. Dalam perjanjian tersebut bangsa spanyol harus meninggalkan maluku dan pindah ke Filipina, sedangkan Portugis tetap berada di maluku.
Secara geografis kerajaan ternate dan tidore terletak di Kepulauan Maluku, antara sulawesi dan irian jaya letak terletak tersebut sangat strategis dan penting dalam dunia perdagangan masa itu. Pada masa itu, kepulauan maluku merupakan penghasil rempah-rempah terbesar sehingga di juluki sebagai “The Spicy Island”. Rempah-rempah menjadi komoditas utama dalam dunia perdagangan pada saat itu, sehingga setiap pedagang maupun bangsa-bangsa yang datang dan bertujuan ke sana, melewati rute perdagangan tersebut agama islam meluas ke maluku, seperti Ambon, ternate, dan tidore. Keadaan seperti ini, telah mempengaruhi aspek-aspek kehidupan masyarakatnya, baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
A. KEHIDUPAN POLITIK
Di kepulauan maluku terdapat kerajaan kecil, diantaranya kerajaan ternate sebagai pemimpin Uli Lima yaitu persekutuan lima bersaudara. Uli Siwa yang berarti persekutuan sembilan bersaudara. Ketika bangsa portugis masuk, portugis langsung memihak dan membantu ternate, hal ini dikarenakan portugis mengira ternate lebih kuat. Begitu pula bangsa spanyol memihak tidore akhirnya terjadilah peperangan antara dua bangsa kulit, untuk menyelesaikan, Paus turun tangan dan menciptakan perjanjian saragosa. Dalam perjanjian tersebut bangsa spanyol harus meninggalkan maluku dan pindah ke Filipina, sedangkan Portugis tetap berada di maluku.
Sultan Hairun
Untuk dapat memperkuat kedudukannya, portugis mendirikan
sebuah benteng yang di beri nama Benteng Santo Paulo. Namun tindakan portugis
semakin lama di benci oleh rakyat dan para penjabat kerajaan ternate. Oleh
karena itu sultan hairun secara terang-terangan menentang politik monopoli dari
bangsa portugis.
Sultan Baabullah
Sultan baabullah (Putra Sultan Hairun) bangkit menentang
portugis. Tahun 1575 M Portugis dapat dikalahkan dan meninggalkan benteng.
B. KEHIDUPAN EKONOMI
Tanah di Kepulauan maluku itu subur dan diliputi hutan rimba yang banyak memberikan hasil diantaranya cengkeh dan di kepulauan Banda banyak menghasilkan pala. Pada abad ke 12 M permintaan rempah-rempah meningkat, sehingga cengkeh merupakan komoditi yang penting. Pesatnya perkembangan perdagangan keluar dari maluku mengakibatkan terbentuknya persekutuan. Selain itu mata pencaharian perikanan turut mendukung perekonomian masyarakat.
B. KEHIDUPAN EKONOMI
Tanah di Kepulauan maluku itu subur dan diliputi hutan rimba yang banyak memberikan hasil diantaranya cengkeh dan di kepulauan Banda banyak menghasilkan pala. Pada abad ke 12 M permintaan rempah-rempah meningkat, sehingga cengkeh merupakan komoditi yang penting. Pesatnya perkembangan perdagangan keluar dari maluku mengakibatkan terbentuknya persekutuan. Selain itu mata pencaharian perikanan turut mendukung perekonomian masyarakat.
C. KEHIDUPAN SOSIAL
Kedatangan bangsa portugis di kepulauan Maluku bertujuan untuk menjalin perdagangan dan mendapatkan rempah-rempah. Bangsa Portugis juga ingin mengembangkan agama katholik. Dalam 1534 M, agama Katholik telah mempunyai pijakan yang kuat di Halmahera, Ternate, dan Ambon, berkat kegiatan Fransiskus Xaverius.
Seperti sudah diketahui, bahwa sebagian dari daerah maluku terutama Ternate sebagai pusatnya, sudah masuk agama islam. Oleh karena itu, tidak jarang perbedaan agama ini dimanfaatkan oleh orang-orang Portugis untuk memancing pertentangan antara para pemeluk agama itu. Dan bila pertentangan sudah terjadi maka pertentangan akan diperuncing lagi dengan campur tangannya orang-orang Portugis dalam bidang pemerintahan, sehingga seakan-akan merekalah yang berkuasa.
Setelah masuknya kompeni Belanda di Maluku, semua orang yang sudah memeluk agama Katholik harus berganti agama menjadi Protestan. Hal ini menimbulkan masalah-masalah sosial yang sangat besar dalam kehidupan rakyat dan semakin tertekannya kehidupan rakyat.
Keadaan ini menimbulkan amarah yang luar biasa dari rakyat Maluku kepada kompeni Belanda. Di Bawah pimpinan Sultan Ternate, perang umum berkobar, namun perlawanan tersebut dapat dipadamkan oleh kompeni Belanda. Kehidupan rakyat Maluku pada zaman kompeni Belanda sangat memprihatinkan sehingga muncul gerakan menentang Kompeni Belanda.
D. KEHIDUPAN BUDAYA
Rakyat Maluku, yang didominasi oleh aktivitas perekonomian tampaknya tidak begitu banyak mempunyai kesempatan untuk menghasilkan karya-karya dalam bentuk kebudayaan. Jenis-jenis kebudayaan rakyat Maluku tidak begitu banyak kita ketahui sejak dari zaman berkembangnya kerajaan-kerajaan Islam seperti Ternate dan Tidore.
Kedatangan bangsa portugis di kepulauan Maluku bertujuan untuk menjalin perdagangan dan mendapatkan rempah-rempah. Bangsa Portugis juga ingin mengembangkan agama katholik. Dalam 1534 M, agama Katholik telah mempunyai pijakan yang kuat di Halmahera, Ternate, dan Ambon, berkat kegiatan Fransiskus Xaverius.
Seperti sudah diketahui, bahwa sebagian dari daerah maluku terutama Ternate sebagai pusatnya, sudah masuk agama islam. Oleh karena itu, tidak jarang perbedaan agama ini dimanfaatkan oleh orang-orang Portugis untuk memancing pertentangan antara para pemeluk agama itu. Dan bila pertentangan sudah terjadi maka pertentangan akan diperuncing lagi dengan campur tangannya orang-orang Portugis dalam bidang pemerintahan, sehingga seakan-akan merekalah yang berkuasa.
Setelah masuknya kompeni Belanda di Maluku, semua orang yang sudah memeluk agama Katholik harus berganti agama menjadi Protestan. Hal ini menimbulkan masalah-masalah sosial yang sangat besar dalam kehidupan rakyat dan semakin tertekannya kehidupan rakyat.
Keadaan ini menimbulkan amarah yang luar biasa dari rakyat Maluku kepada kompeni Belanda. Di Bawah pimpinan Sultan Ternate, perang umum berkobar, namun perlawanan tersebut dapat dipadamkan oleh kompeni Belanda. Kehidupan rakyat Maluku pada zaman kompeni Belanda sangat memprihatinkan sehingga muncul gerakan menentang Kompeni Belanda.
D. KEHIDUPAN BUDAYA
Rakyat Maluku, yang didominasi oleh aktivitas perekonomian tampaknya tidak begitu banyak mempunyai kesempatan untuk menghasilkan karya-karya dalam bentuk kebudayaan. Jenis-jenis kebudayaan rakyat Maluku tidak begitu banyak kita ketahui sejak dari zaman berkembangnya kerajaan-kerajaan Islam seperti Ternate dan Tidore.
Kerajaan Malaka
Ø
Letak kerajaan
Pada masa kejayaannya, kerajaan malaka merupakan pusat perdagangan
dan penyebaran islam di Asia Tenggara. Perkiraan letak Kerajaan Malaka yang
berada di pulau Sumatera dan semenanjung Malaya.
Ø
Kehidupan Politik
Iskandar Syah berhasil meletakkan dasar – dasar dari
Kerajaan Malaka. Ia mengembangkan Malaka menjadi kerajaan penting di selat
Malaka. Ia memerintah Malaka dari tahun 1396-1414 M.
Muammad Iskandar Syah. Ia memerintah Malaka dari tahun 1414-1424M. di bawah pemerintahannya ,wilayah kekuasaan kerajaan Malaka diperluas hingga mencapai seluruh wilayah semenanjung Malaka. Melalui perkawinannya dengan putri kerajaan Samudra Pasai ini. Ia berhasil mencapai cita-citanya menguasai selat Malaka.
Mudzafat Syah. Beliau memerintah Malaka dari tahun 1424-1458M. Pada masa pemeintahannya, terjadi serangan itu dapat digagalkan. Keberhasilan menggagalkan serangan dari Kerajaan Siam itu menambah pentingnya Kerajaan Malaka di Selat Malaka. Bahkan di bawah pemerintahan Sultan Mudzafat Syah, Kerajaan Malaka terus mengadakan perluasan ke daerah-daerah yang berada di sekitar Kerajaan Malaka seperti Pahang, Indragiri, dan Kampar.
Sultan Mansyur Syah. Memerintah Malaka dari tahun 1458-1477M. Di bawah pemerintahannya, Kerajaan Malaka mengalami kemajuan yang sangat pesat dan bahkan mencapai masa kejayaan sebagai pusat perdagangan dan pusat penyebaran Agama Islam di Asia Tenggara. Pada masa pemerintahannya, hidup seorang laksamana yang terkenal dalam membantu Sultan mengembangkan kerajaannya. Laksamana itu bernama Hang Tuah. Informasi ini didapat dari sebuah cerita rakyat yang dikenal dengan nama Hikayat Hang Tuah.
Sultan Alauidin Syah. Ia memerintah Malaka dari tahun 1477-1488 M dan mewarisi wilayah kekuasaan kerajaan Malaka yang cukup luas. Kerajaan Malaka mulai mengalami kemerosotan. Daerah-daerah yang dulu ditaklukan, satu persatu melepaskan diri dari Kerajaan Malaka.
Sultan Mahmud Syah. Beliau memerintah Malaka dari tahun 1488-1511 M. Di bawah pemerintahannya, Kerajaan Malaka merupakan kerajaan yang sangat lemah. Daerah kekuasaannya meliputi sebagian kecil Semenanjung Malaya.
Muammad Iskandar Syah. Ia memerintah Malaka dari tahun 1414-1424M. di bawah pemerintahannya ,wilayah kekuasaan kerajaan Malaka diperluas hingga mencapai seluruh wilayah semenanjung Malaka. Melalui perkawinannya dengan putri kerajaan Samudra Pasai ini. Ia berhasil mencapai cita-citanya menguasai selat Malaka.
Mudzafat Syah. Beliau memerintah Malaka dari tahun 1424-1458M. Pada masa pemeintahannya, terjadi serangan itu dapat digagalkan. Keberhasilan menggagalkan serangan dari Kerajaan Siam itu menambah pentingnya Kerajaan Malaka di Selat Malaka. Bahkan di bawah pemerintahan Sultan Mudzafat Syah, Kerajaan Malaka terus mengadakan perluasan ke daerah-daerah yang berada di sekitar Kerajaan Malaka seperti Pahang, Indragiri, dan Kampar.
Sultan Mansyur Syah. Memerintah Malaka dari tahun 1458-1477M. Di bawah pemerintahannya, Kerajaan Malaka mengalami kemajuan yang sangat pesat dan bahkan mencapai masa kejayaan sebagai pusat perdagangan dan pusat penyebaran Agama Islam di Asia Tenggara. Pada masa pemerintahannya, hidup seorang laksamana yang terkenal dalam membantu Sultan mengembangkan kerajaannya. Laksamana itu bernama Hang Tuah. Informasi ini didapat dari sebuah cerita rakyat yang dikenal dengan nama Hikayat Hang Tuah.
Sultan Alauidin Syah. Ia memerintah Malaka dari tahun 1477-1488 M dan mewarisi wilayah kekuasaan kerajaan Malaka yang cukup luas. Kerajaan Malaka mulai mengalami kemerosotan. Daerah-daerah yang dulu ditaklukan, satu persatu melepaskan diri dari Kerajaan Malaka.
Sultan Mahmud Syah. Beliau memerintah Malaka dari tahun 1488-1511 M. Di bawah pemerintahannya, Kerajaan Malaka merupakan kerajaan yang sangat lemah. Daerah kekuasaannya meliputi sebagian kecil Semenanjung Malaya.
Ø
Kehidupan Ekonomi
Malaka memungut pajak penjualan, bea cukai barang-barang
yang masuk dan keluar, yang banyak memasukkan uang ke kas negara. Sementara
itu, raja maupun pejabat-pejabat penting memperoleh upeti atau persembahan dari
pedagang yang dapat menjadikan mereka sangat kaya.
Suatu hal yang penting dari Kerajaan Malaka adalah adanya undang-undang laut yang berisi pengaturan pelayaran dan perdagangan di wilayah kerajaan. Untuk mempermudah terjalinnya komunikasi antar pedagang maka bahasa Melayu (Kwu-lun) dijadikan sebagai bahasa perantara.
Suatu hal yang penting dari Kerajaan Malaka adalah adanya undang-undang laut yang berisi pengaturan pelayaran dan perdagangan di wilayah kerajaan. Untuk mempermudah terjalinnya komunikasi antar pedagang maka bahasa Melayu (Kwu-lun) dijadikan sebagai bahasa perantara.
Ø
Kehidupan Sosial
Kahidupannya dipengaruhi oleh faktor letak, keadaan alam dan
lingkungan wilayahnya. Sebagai masyarakat yang hidup dari dunia maritim,
hubungan sosial masyarakatnya sangatlah kurang dan bahkan mereka cenderung
mengarah ke sifat-sifat individualisme. Kelompok masyarakat pun bermunculan,
seperti adanya golongan buruh dan majikan.
Ø
Kehidupan Budaya
Dari perkembangan seni sastra Melayu muncul beberapa hasil
karya sastra yang menggambarkan kepahlawanan dan keperkasaan tokoh-tokoh
pendamping kerajaan Malaka dalam melaksanakan roda pemerintahannya. Tokoh-tokoh
yang dianggap sebagai pahlawan dari Kerajaan Malaka pada masa kejayaannya
adalah Hang Tuah, Hang Lekir dan Hang Jebat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar